Banyak pemilik kuda dan unta di daerah piramida Mesir mendukung kandidat presiden Ahmed Shafiq yang paham sektor pariwisata.
Transisi politik di Mesir menghadapi banyak hambatan dengan terus bercokolnya dewan militer pada tampuk kekuasaan meski mereka telah berjanji untuk menyerahkan posisi mereka pada kepemimpinan sipil.
Di tengah situasi yang tak menentu, ada satu kelompok yang terus berharap perubahan akan datang. Mesir mungkin sedang mengalami pergolakan, namun di tengah hamparan pasir Dataran Tinggi Giza, piramida-piramida masih menjadi pengingat bahwa sejarah adalah proses yang panjang dan lambat.
Hany Mohamed El Sawi adalah kusir kuda di padang pasir. Duduk di dalam pondok terbuka tempat berteduh dari matahari yang terik, el Sawi berkata rakyat Mesir akan dapat mengatasi setiap masalah. “Kami bangsa yang tegar,” ujarnya. “Tujuh ribu tahun telah berlalu dan kami masih berdiri.”
El Sawi mengarahkan turis melewati padang pasir dengan menunggang kuda dan unta. Bisnis tersebut merupakan bisnis keluarga yang telah berjalan beberapa generasi. Namun sejak revolusi mengguncang Mesir 16 bulan yang lalu dan menggulingkan diktator Hosni Mubarak, pendapatan El Sawi dan penunggang lain menurun secara drastis.
Para wisatawan jarang datang, takut akan ketidakstabilan dan kurangnya keamanan di negara itu. Bahkan pelanggan dari Mesir pun berkurang seiring merosotnya ekonomi. Tidak heran jika pada pemilihan presiden yang berakhir Minggu (17/6), banyak orang seperti el Sawi yang mendukung kandidat yang sekuler dan tokoh lama Ahmed Shafiq.
El Sawi mengatakan bahwa Shafiq paham sektor pariwisata, dan ia bisa mengatasi masalah yang ada.
Kerabat El Sawi, Ramadan, yang memiliki salah satu istal kuda, juga memilih Shafiq. Meski kandidat yang Islami, Mohamed Morsi, menjamin bahwa ia berpihak pada sektor pariwisata, Ramadan khawatir kemenangan Morsi dapat mengakibatkan pukulan bagi usahanya.
“Ia tidak suka wisatawan mendatangi wilayah kami. Tidak hanya wilayah kami, tapi negara ini. Saya harap Ahmed Shafiq menang. Jika Morsi menang, daerah ini, mungkin semua kuda akan dibunuh,” ujar Ramadan.
Kuda-kuda milik keluarga mereka tampak sehat dan nyaman. Seringkali merupakan pengusaha yang handal, para penunggang kuda dipandang sebagai kelompok yang konservatif, seperti tampak jelas pada puncak revolusi tahun lalu. Para penunggang kuda dan unta turun ke Tahrir Square dan menyerang pendemo anti Mubarak, memperkuat reputasi mereka sebagai pendukung status quo.
Namun el Sawi bersikeras bahwa revolusi merupakan langkah besar ke depan bagi Mesir.
Ia memuji adanya demokrasi sekarang ini, di mana ia bisa memilih presiden dan anggota parlemen yang ia inginkan. Tidak seperti yang lain, el Sawi berkata ia tidak keberatan dengan langkah pengadilan era Mubarak yang membatalkan parlemen pertama setelah revolusi minggu lalu.
Di tengah adanya tarik-menarik kekuasaan antara dewan militer yang berkuasa dan pihak oposisi, di tengah kandang kuda Ramadan membayangkan masa depan negara tersebut di mana rakyatlah yang menentukan siapa yang bisa menjalankan negara.
”Setelah empat tahun, jika (presiden) tidak melakukan hal-hal yang baik untuk negara, maka kita bisa menggantinya. Semua hal ada di tangan kita,” kata Ramadan.
Melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di Mesir sekarang ini, Ramadan terlihat terlalu optimis. Tapi impian para penunggang kuda ini memang merupakan visi jangka panjang.
Di tengah situasi yang tak menentu, ada satu kelompok yang terus berharap perubahan akan datang. Mesir mungkin sedang mengalami pergolakan, namun di tengah hamparan pasir Dataran Tinggi Giza, piramida-piramida masih menjadi pengingat bahwa sejarah adalah proses yang panjang dan lambat.
Hany Mohamed El Sawi adalah kusir kuda di padang pasir. Duduk di dalam pondok terbuka tempat berteduh dari matahari yang terik, el Sawi berkata rakyat Mesir akan dapat mengatasi setiap masalah. “Kami bangsa yang tegar,” ujarnya. “Tujuh ribu tahun telah berlalu dan kami masih berdiri.”
El Sawi mengarahkan turis melewati padang pasir dengan menunggang kuda dan unta. Bisnis tersebut merupakan bisnis keluarga yang telah berjalan beberapa generasi. Namun sejak revolusi mengguncang Mesir 16 bulan yang lalu dan menggulingkan diktator Hosni Mubarak, pendapatan El Sawi dan penunggang lain menurun secara drastis.
Para wisatawan jarang datang, takut akan ketidakstabilan dan kurangnya keamanan di negara itu. Bahkan pelanggan dari Mesir pun berkurang seiring merosotnya ekonomi. Tidak heran jika pada pemilihan presiden yang berakhir Minggu (17/6), banyak orang seperti el Sawi yang mendukung kandidat yang sekuler dan tokoh lama Ahmed Shafiq.
El Sawi mengatakan bahwa Shafiq paham sektor pariwisata, dan ia bisa mengatasi masalah yang ada.
Kerabat El Sawi, Ramadan, yang memiliki salah satu istal kuda, juga memilih Shafiq. Meski kandidat yang Islami, Mohamed Morsi, menjamin bahwa ia berpihak pada sektor pariwisata, Ramadan khawatir kemenangan Morsi dapat mengakibatkan pukulan bagi usahanya.
“Ia tidak suka wisatawan mendatangi wilayah kami. Tidak hanya wilayah kami, tapi negara ini. Saya harap Ahmed Shafiq menang. Jika Morsi menang, daerah ini, mungkin semua kuda akan dibunuh,” ujar Ramadan.
Kuda-kuda milik keluarga mereka tampak sehat dan nyaman. Seringkali merupakan pengusaha yang handal, para penunggang kuda dipandang sebagai kelompok yang konservatif, seperti tampak jelas pada puncak revolusi tahun lalu. Para penunggang kuda dan unta turun ke Tahrir Square dan menyerang pendemo anti Mubarak, memperkuat reputasi mereka sebagai pendukung status quo.
Namun el Sawi bersikeras bahwa revolusi merupakan langkah besar ke depan bagi Mesir.
Ia memuji adanya demokrasi sekarang ini, di mana ia bisa memilih presiden dan anggota parlemen yang ia inginkan. Tidak seperti yang lain, el Sawi berkata ia tidak keberatan dengan langkah pengadilan era Mubarak yang membatalkan parlemen pertama setelah revolusi minggu lalu.
Di tengah adanya tarik-menarik kekuasaan antara dewan militer yang berkuasa dan pihak oposisi, di tengah kandang kuda Ramadan membayangkan masa depan negara tersebut di mana rakyatlah yang menentukan siapa yang bisa menjalankan negara.
”Setelah empat tahun, jika (presiden) tidak melakukan hal-hal yang baik untuk negara, maka kita bisa menggantinya. Semua hal ada di tangan kita,” kata Ramadan.
Melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di Mesir sekarang ini, Ramadan terlihat terlalu optimis. Tapi impian para penunggang kuda ini memang merupakan visi jangka panjang.