Parlemen Afghanistan telah menunda pengambilan keputusan mengenai undang-undang yang bertujuan untuk melindungi perempuan dari kekerasan.
Para anggota parlemen konservatif menunda ratifikasi hari Sabtu (19/5), dengan bersikeras menyatakan bahwa bagian-bagian bertentangan dengan hukum Islam harus dihapus.
Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan itu mulai berlaku tahun 2009 sesuai Keputusan Presiden Hamid Karzai.
Seorang anggota Dewan, Fawzia Kofi, mengusulkan langkah itu ke parlemen untuk mencegah kemungkinan undang-undang tersebut dibatalkan oleh presiden mendatang.
Undang-undang itu mengkriminalisasi kawin paksa dan pernikahan anak. Undang-undang itu juga melarang praktek tradisional bertukar perempuan dan anak perempuan untuk menyelesaikan perselisihan.
Para aktivis HAM mengatakan keputusan penundaan hari Sabtu itu merupakan pukulan bagi kemajuan yang telah dicapai dalam hak-hak perempuan di negara Muslim konservatif itu sejak tersingkirnya Taliban dari kekuasaan.
Taliban memberlakukan hukum Islam yang ketat yang melarang perempuan Afghanistan bersekolah atau berpartisipasi dalam sebagian besar kegiatan publik.
Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan itu mulai berlaku tahun 2009 sesuai Keputusan Presiden Hamid Karzai.
Seorang anggota Dewan, Fawzia Kofi, mengusulkan langkah itu ke parlemen untuk mencegah kemungkinan undang-undang tersebut dibatalkan oleh presiden mendatang.
Undang-undang itu mengkriminalisasi kawin paksa dan pernikahan anak. Undang-undang itu juga melarang praktek tradisional bertukar perempuan dan anak perempuan untuk menyelesaikan perselisihan.
Para aktivis HAM mengatakan keputusan penundaan hari Sabtu itu merupakan pukulan bagi kemajuan yang telah dicapai dalam hak-hak perempuan di negara Muslim konservatif itu sejak tersingkirnya Taliban dari kekuasaan.
Taliban memberlakukan hukum Islam yang ketat yang melarang perempuan Afghanistan bersekolah atau berpartisipasi dalam sebagian besar kegiatan publik.