Pemungutan suara dilakukan beberapa minggu setelah perjanjian gencatan senjata untuk menghentikan konflik 14 bulan antara Israel dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah, dan sewaktu para pemimpin Lebanon mencari bantuan internasional untuk membangun kembali negaranya.
Aoun, yang tidak ada hubungannya dengan mantan presiden Michel Aoun, secara luas dipandang sebagai kandidat pilihan Amerika Serikat dan Arab Saudi, negara yang bantuannya dibutuhkan Lebanon dalam upaya membangun kembali negaranya.
Sidang itu merupakan upaya legislatif ke-13 untuk memilih pengganti Michel Aoun, yang masa jabatannya berakhir pada Oktober 2022.
Hizbullah sebelumnya mendukung kandidat lain, Suleiman Frangieh, pemimpin partai Kristen kecil di Lebanon utara, yang mempunyai hubungan dekat dengan mantan Presiden Suriah Bashar Assad.
Namun, pada hari Rabu, Frangieh mengumumkan ia mengundurkan diri dari pencalonan dan mendukung Aoun, sehingga membuka jalan bagi panglima militer itu.
Randa Slim, cendekiawan senior di Institut Timur Tengah yang berpusat di Washington, D.C. mengatakan, melemahnya militer dan politik Hizbullah setelah perang dengan Israel dan jatuhnya, al-Assad, sekutunya di Suriah, serta tekanan internasional untuk memilih presiden, membuka jalan ke arah itu.
Pada putaran pertama pemungutan suara hari Kamis, Aoun memperoleh 71 dari 128 suara, namun tidak mencapai dua pertiga mayoritas yang dibutuhkan untuk menang langsung. Sisanya, 37 anggota parlemen tidak memberi suara dan 14 memilih “kedaulatan dan konstitusi.”
Pada putaran kedua, Aoun memperoleh 99 suara. Sistem pembagian kekuasaan sektarian yang terpecah di Lebanon rentan menemui jalan buntu, baik karena alasan politik maupun prosedurnya. [ps/ka]