Parlemen Sri Lanka memulai perdebatan tentang nasib menteri kesehatan negara itu pada Rabu (6/9). Sejumlah anggota parlemen berusaha untuk memecatnya karena dugaan kegagalannya dalam menyediakan cukup obat-obatan penting dan peralatan laboratorium yang menurut beberapa orang mengakibatkan kematian yang sebetulnya dapat dicegah di rumah-rumah sakit.
Sri Lanka menyediakan layanan kesehatan gratis melalui rumah sakit yang dikelola pemerintah. Namun, mereka menderita kekurangan obat-obatan dan pekerja kesehatan, terutama dokter, sebagai akibat dari krisis ekonomi setelah pemerintah menunda pembayaran pinjaman luar negeri.
Anggota parlemen oposisi mengatakan dalam mosi tidak percaya bahwa kegagalan Menteri Kesehatan Keheliya Rambukwella dalam memenuhi tanggung jawabnya telah menghancurkan sektor kesehatan dan bahwa “masyarakat harus menanggung akibat dari tindakan tidak bertanggung jawab tersebut dengan nyawa mereka.”
Rambukwella sebelumnya membantah tudingan terhadap dirinya tersebut.
Beberapa pasien meninggal atau menderita cacat, termasuk kebutaan, selama perawatan di rumah-rumah sakit milik pemerintah dalam beberapa bulan terakhir. Kerabat mereka, serikat pekerja, aktivis dan anggota parlemen oposisi menuduh bahwa obat-obatan berkualitas rendah menyebabkan buruknya pelayanan pasien.
Pemungutan suara mengenai mosi terhadap Rambukwella di DPR yang beranggotakan 225 orang itu akan dilakukan pada Jumat.
Your browser doesn’t support HTML5
Masalah keuangan Sri Lanka dipicu oleh kekurangan mata uang asing, pinjaman berlebihan oleh pemerintah, dan upaya bank sentral untuk menstabilkan mata uang rupee Sri Lanka dengan cadangan devisa yang langka.
Total utang Sri Lanka telah melampaui $83 miliar, di mana $41,5 miliar di antaranya adalah utang luar negeri. Sri Lanka telah mendapatkan paket dana talangan sebesar $3 miliar dari Dana Moneter Internasional atau IMF dan mengambil langkah-langkah untuk merestrukturisasi utang dalam dan luar negerinya.
Krisis ekonomi telah menyebabkan kekurangan makanan, obat-obatan, bahan bakar, gas untuk memasak dan listrik pada tahun lalu, yang menyebabkan protes jalanan besar-besaran yang memaksa Presiden Gotabaya Rajapaksa meninggalkan negaranya dan mengundurkan diri.
Di tengah krisis ini, ribuan warga Sri Lanka meninggalkan negaranya untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji lebih baik di luar negeri. Mereka termasuk sekitar 1.500 dokter yang telah berhenti bekerja selama setahun terakhir, menurut sebuah serikat pekerja. [ab/lt]