Partai Pro-demokrasi Terbaru di Thailand Hadapi Sandungan Hukum

Para pendukung Partai Bergerak Maju melakukan protes sehari setelah pemimpin partai Pita Limjaroenrat gagal memperoleh dukungan parlemen untuk menjadi perdana menteri, di Bangkok, Thailand, 14 Juli 2023. (Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha)

Para pemimpin partai pro-demokrasi terbaru di Thailand berada di bawah penyelidikan etika yang dapat menyebabkan mereka dikeluarkan dari Majelis Nasional atas tuduhan serupa dengan pendahulunya yang dibubarkan oleh perintah Mahkamah Konsitusi bulan ini.

Komisi Nasional Antikorupsi Thailand mengatakan pada 8 Agustus pihaknya telah memerintahkan penyelidikan terhadap 44 anggota parlemen oposisi yang dituduh melanggar aturan etika anggota parlemen karena mensponsori rancangan undang-undang 2021, yang gagal, yang ingin mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan (lese-majeste) yang kontroversial di negara itu.

Pengumuman tersebut disampaikan sehari setelah Mahkamah Konstitusi membubarkan Partai Bergerak Maju (MFP) yang progresif, yang memenangkan pemilu nasional tahun lalu, karena berkampanye untuk melunakkan undang-undang tersebut, yang menetapkan hukuman hingga 15 tahun penjara untuk setiap pelanggaran.

Pengadilan itu menyatakan upaya partai tersebut menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional, dan menindaklanjuti keputusannya pada bulan Januari bahwa kampanye tersebut merupakan upaya terselubung untuk mengubah struktur pemerintahan monarki Thailand yang konstitusional -- sebuah klaim yang dibantah oleh partai tersebut.

Mantan pemimpin Partai Bergerak Maju, Pita Limjaroenrat, di Mahkamah Konstitusi Thailand untuk menyampaikan putusannya atas kasus kepemilikan saham media miliknya, di Bangkok, Thailand, 24 Januari 2024. (Foto: REUTERS/Athit Perawongmetha)

Ke-44 anggota parlemen yang kini diperiksa komisi antirasuah itu adalah anggota MFP. Lima orang dilarang menduduki jabatan publik selama 10 tahun dalam keputusan 7 Agustus yang membubarkan partai tersebut. Sebanyak 39 partai lainnya telah bergabung dengan Partai Rakyat, yang baru dibentuk setelah pembubaran MFP, dan termasuk pemimpin barunya, Natthaphong Ruengpanyawut.

Jika komisi menyimpulkan bahwa 39 orang tersebut memang melanggar aturan etika, maka komisi akan mengirim kasus tersebut ke Mahkamah Agung, yang juga dapat melarang mereka menduduki jabatan publik.

Para analis mengatakan kepada VOA bahwa keputusan pengadilan sebelumnya mengenai kampanye MFP untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan menjadi dasar bagi kemungkinan hukuman bagi mereka.

“Mahkamah Konstitusi pada dasarnya telah mengeluarkan putusan yang dapat menjadi katalis untuk putusan selanjutnya terhadap 44 anggota parlemen ini,” kata Napon Jatusripitak, peneliti tamu di lembaga riset ISEAS, Singapura.

BACA JUGA: Putri Thaksin Shinawatra Jadi PM Thailand, Janji Perbaiki Ekonomi

Mahkamah Agung mungkin kan mengambil prosedur yang berbeda dari Mahkamah Konstitusi dan memutuskan untuk memanggil saksi-saksinya sendiri, katanya.

“Namun akan menjadi hal yang cukup menarik jika Mahkamah Agung mengambil keputusan yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, mengingat Mahkamah Konstitusi merupakan pengadilan tertinggi di Thailand,” tambahnya.

Verapat Pariyawong, dosen hukum dan politik Thailand di University of London, juga menunjuk pada preseden yang dibuat oleh putusan pengadilan sebelumnya yang melarang para pemimpin Partai Maju Masa Depan (FFP), sebuah partai progresif yang dibubarkan atas perintah pengadilan pada tahun 2020 dan kemudian memunculkan MFP. [ab/lt]