Pasukan Israel akan Bertahan di Zona Penyangga Suriah Sampai Keamanan Terjamin

Pasukan militer Israel dikerahkan ke zona penyangga dengan Suriah, dekat desa Druze Majdal Shams di Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, Rabu 11 Desember 2024.

Kantor PM Israel Benjamin Netanyahu hari Kamis (12/12) mengatakan bahwa pasukan Israel akan tetap berada di sebuah zona penyangga Suriah yang berdekatan dengan Dataran Tinggi Golan sampai pasukan Suriah dapat menjamin keamanan di sana.

Pasukan Israel bergerak maju dari wilayah mereka di Dataran Tinggi Golan memasuki zona penyangga dan wilayah Suriah setelah pemberontak menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

“Israel tidak mengizinkan kelompok-kelompok jihad untuk mengisi kekosongan itu dan mengancam komunitas Israel di Dataran Tinggi Golan dengan serangan seperti pada 7 Oktober,” kata kantor Netanyahu.

Langkah Israel itu telah dikritik oleh PBB sebagai pelanggaran terhadap perjanjian 1974 yang menetapkan jalur yang memisahkan pasukan Israel dan Suriah dengan zona penyangga yang dipantau PBB di antara keduanya.

Prancis, Iran, Rusia, Turki dan Arab Saudi juga mengkritik langkah Israel, dan AS telah menyatakan penting bahwa pengerahan pasukan ke sana bersifat sementara.

BACA JUGA: Netanyahu: Dataran Tinggi Golan yang Diduduki “Selamanya” Milik Israel 

Komandan utama pejuang Suriah yang menyingkirkan Assad mengatakan hari Rabu bahwa siapa pun yang terlibat dalam penganiayaan dan pembunuhan orang-orang yang ditahan Assad semasa pemerintahan tangan besinya akan diburu, dan tidak akan ada ampunan bagi mereka.

“Kami akan mengejar mereka di Suriah, dan kami akan meminta negara-negara agar menyerahkan mereka yang melarikan diri agar kami dapat mencapai keadilan,” kata Abu Mohammed al-Golani dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di kanal Telegram televisi pemerintah Suriah.

Sumpah Golani untuk membalas dendam terhadap para pembantu Assad atas penganiayaan dan pembunuhan itu dilontarkan sementara dunia mengawasi untuk melihat apakah penguasa baru Suriah dapat menstabilkan negara itu setelah perang saudara antargolongan dan etnis selama hampir 14 tahun telah membuat negara itu terjerumus dalam kekacauan.

Mohammed al-Bashir, yang ditempatkan para pejuang Jolani untuk memimpin pemerintahan sementara hingga 1 Maret, memohon jutaan pengungsi agar kembali, menciptakan persatuan dan memberikan layanan dasar. Tetapi pembangunan kembali negara itu merupakan tugas sangat berat dengan sangat sedikitnya dana yang tersedia.

“Di dalam brankas, hanya ada beberapa pound Suriah yang nilainya kecil atau tidak ada sama sekali. Satu dolar AS dapat membeli 35 ribu koin kami,” kata Bashir kepada harian Italia Corriere della Sera.

“Kami tidak memiliki valuta asing, dan terkait kredit dan surat-surat berharga, kami masih mengumpulkan data. Jadi ya, secara finansial, kondisi kami sangat buruk,” kata Bashir, yang sebelumnya memimpin pemerintahan kecil yang dipimpin pemberontak di sebuah wilayah kantong di bagian barat laut Suriah.

Tetapi Bashir mengatakan aliansi pimpinan Islamis yang menggulingkan Assad akan menjamin hak semua kelompok agama. “Tepatnya karena kami Islami, kami akan menjamin hak semua orang dan semua kelompok di Suriah,” kata Bashir.

BACA JUGA: Penyelidik PBB: Sudah 4.000 Pelanggar HAM Suriah Diidentifikasi

Lebih dari 500 ribu orang tewas dalam perang di sana, dengan lebih dari separuh populasinya terpaksa mengungsi. Sekitar 6 juta orang Suriah mengungsi ke luar negeri.

Bashir meminta mereka yang mengungsi untuk menghindari kekerasan agar kembali pulang. Dalam wawancaranya dengan Corriere della Sera, ia mengatakan, ”Suriah sekarang adalah negara bebas yang telah mendapatkan kebanggaan dan martabatnya. Kembalilah.”

Para pejabat asing dengan hati-hati berdialog dengan bekas kelompok pemberontak, bagian dari bekas afiliasi al-Qaida Hayat Tahrir al-Sham, yang masih ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, PBB, Uni Eropa dan lain-lainnya.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pemerintah baru harus “menjunjung komitmen jelas untuk menghargai sepenuhnya hak-hak kaum minoritas, memfasilitasi arus bantuan kemanusiaan kepada semua yang membutuhkan, mencegah Suriah digunakan sebagai pangkalan terorisme atau menjadi ancaman bagi tetangga-tetangganya.”

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, “Tugas kami adalah melakukan semuanya untuk mendukung para pemimpin Suriah yang berbeda-beda untuk memastikan bahwa mereka bersatu, mereka dapat menjamin transisi dengan lancar.”

Tetapi Kantor Koordinasi PBB untuk Urusan Kemanusiaan mengatakan situasi keamanan di Suriah masih tetap goyah. Badan itu mengatakan telah mendapati lebih dari 50 ladang ranjang selama 10 hari terakhir, yang membatasi pergerakan warga sipil serta menghambat pengiriman barang dan jasa. [uh/ab]