Pasukan militer negara-negara Afrika hari Minggu (22/1) tiba di ibukota Gambia, Banjul, di mana mereka disambut sorak-sorai massa, beberapa jam setelah Presiden Yahya Jammeh yang kalah dalam pemilihan presiden melarikan diri ke pengasingan.
Pasukan regional itu diperkirakan akan membuka jalan bagi kembalinya Adama Barrow, presiden negara itu yang baru terpilih. Barrow sebelumnya mengungsi ke negara tetangga, Senegal, ketika Jammeh menolak meletakkan jabatan. Ia dilantik hari Kamis dalam upacara di ibukota Senegal, Dakar.
Sampai Minggu sore belum jelas kapan Barrow akan kembali ke negaranya. Tetapi, kepada wartawan, juru bicara Marcel Alain de Souza mengatakan, "sesegera mungkin." Ia menambahkan, bagian-bagian pasukan keamanan Gambia perlu "dilumpuhkan" menjelang kepulangan Barrow.
Juru bicara kedua, kepada wartawan di Banjul, mengatakan ibukota akan diperiksa hari Senin dan akan diputuskan apakah cukup aman untuk kembalinya Barrow ke negara dengan 1,5 juta penduduk itu.
Minggu pagi, Departemen Luar Negeri Amerika menyambut baik "transisi kekuasaan secara damai yang berlangsung di Gambia," dan mengucapkan selamat kepada Barrow atas pelantikannya. Juru bicara sementara Mark Toner juga memuji "sikap menahan diri yang ditunjukkan rakyat Gambia dalam beberapa pekan ini," sampai akhirnya Jemmah meletakkan jabatan.
Secara terpisah hari Minggu, penasihat tinggi Barrow, berbicara di Senegal, menuduh Jammeh menjarah rekening bank pemerintah pada hari-hari terakhir pemerintahannya.
Kepada wartawan, Mai Ahmad Fatty mengatakan, rekening negara kecil itu, "hampir kosong." Ia menyatakan, Kementerian Keuangan dan Bank Sentral Gambia mengukuhkan, lebih dari US$11 juta lenyap hanya dalam dua minggu terakhir. Fatty juga menegaskan, pesawat kargo dari Chad mengangkut barang-barang mewah, termasuk kendaraan yang tidak diketahui jumlahnya, ke luar dari negara itu atas nama Jammeh dalam jam-jam terakhir pemerintahannya.
Minggu malam, Jammeh dilaporkan berada di Guinea Ekuatorial. [ka]