Di India bagian utara, sekelompok perempuan muda mengambil langkah melawan pelecehan dan kekerasan seksual.
LUCKNOW, INDIA —
Di daerah berdebu di kota Lucknow di utara India, Usha Vishwakarma menyiapkan pasukan beranggotakan perempuan muda untuk bertarung.
Berdiri di ambang pintu rumahnya, ia memipin para remaja itu untuk berlatih bela diri. Perempuan berusia 25 tahun itu mengatakan meski ia dan perempuan lain tidak dapat mengubah pandangan calon penyerang, mereka dapat berlatih melindungi diri mereka sendiri.
"Kita perlu berpikir bahwa kita harus mampu melawan jika ada yang mencoba menyerang kita," ujar Vishwakarma. “Kita ingin membuat gadis-gadis kuat secara mental dan fisik sehingga mereka dapat menghadapi situasi apa pun."
Vishwakarma mengatakan Pasukan Merah yang dibentuknya lahir karena kebutuhan pada 2010 ketia ia merasa diabaikan dan mengalami trauma setelah menghadapi percobaan pemerkosaan oleh teman kerjanya.
Ia mengatakan polisi tidak responsif, dan pria yang mencoba memperkosanya selama berbulan-bulan setelahnya mengejeknya karena melaporkan serangan itu. Ia mengatakan insiden tersebut, dan pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan berusia 11 tahun yang ia ajar, merupakan titik balik.
Kelompoknya sekarang telah terdiri dari 200 perempuan muda, banyak diantaranya yang merupakan penyintas kasus kekerasan. Mereka berpatroli di jalanan Lucknow dengan memakai baju tradisional “salwar kameez” - dengan warna merah yang menandakan bahaya dan hitam sebagai tanda protes -- siap mengkonfrontasi dan mempermalukan para pria yang menggoda, menyentuh dan melakukan tindakan-tindakan pelecehan dan kekerasan seksual lainnya.
Afreen Khan, 17, mengatakan ia membantu membentuk Pasukan Merah setelah ayanya mengancam mengeluarkannya dari sekolah karena hampir setiap hari ia menghadapi pelecehan saat akan masuk kelas.
"Sebelumnya, kami sering mendengar komentar-komentar yang cabul. Sekarang hampir tidak ada lagi godaan itu," ujar Khan.
"Banyak orang yang mendukung kami, membuat kami bangga melakukan pekerjaan ini."
Aktivitas Pasukan Merah terutama terasa penting menyusul pemerkosaan beramai-ramai dan pemukulan atas seorang mahasiswi berusia 23 tahun di atas bus swasta di New Delhi pada Desember 2012. Ia meninggal beberapa minggu kemudian di sebuah rumah sakit Singapura.
Ribuan orang turun ke jalanan di seluruh India untuk memprotes serangan brutal tersebut, namun setahun kemudian, tidak banyak yang berubah.
Serangan Meningkat
Jumlah kasus pemerkosaan di ibukota India tahun ini meningkat hampir dua kali dibandingkan tahun lalu.
Vishwakarma mengatakan serangan-serangan di luar ibukota jarang muncul di media atau membangkitkan kemarahan publik semacam itu. Ia mengatakan bahwa kehidupan, terutama di negara bagian Uttar Pradesh yang konservatif, bisa sangat suram bagi perempuan yang tidak didorong untuk berbicara atau membela diri, baik oleh orangtua maupun suami mereka.
"Perempuan tidak dianggap manusia, namun barang yang bisa digunakan," ujarnya.
Perjalanan selama ini tidak mudah bagi Vishwakarma dan Pasukan Merahnya. Awalnya, ujarnya, bahkan keluarganya menentang upaya-upayanya karena takut omongan tetangga tentang perempuan yang keluar rumah dan menyuarakan aspirasinya.
Bahkan sampai saat ini, para anggota pasukan berhati-hati untuk tidak berlatih bela diri di muka publik.
Namun Vishwakarma tidak surut karena norma-norma masyarakat. Ia bersikeras meyakinkan para perempuan dan gadis remaja untuk menumbuhkan kepercayaan diri untuk melindungi diri mereka. Sang ibu yang tadinya menolak sekarang mengatakan ia bangga akan Vishwakarma dan ketiga putrinya yang lain.
“Saya ingin anak-anak saya maju, berkarya dengan baik. Saya ingin mereka memiliki kehidupan yang berbeda dengan saya," ujar Singhari Devi sambil mengamati putri-putrinya mengenakan seragam merah hitam.
Vishwakarma berharap Pasukan Merah ada di setiap kota di India tahun depan.
Berdiri di ambang pintu rumahnya, ia memipin para remaja itu untuk berlatih bela diri. Perempuan berusia 25 tahun itu mengatakan meski ia dan perempuan lain tidak dapat mengubah pandangan calon penyerang, mereka dapat berlatih melindungi diri mereka sendiri.
"Kita perlu berpikir bahwa kita harus mampu melawan jika ada yang mencoba menyerang kita," ujar Vishwakarma. “Kita ingin membuat gadis-gadis kuat secara mental dan fisik sehingga mereka dapat menghadapi situasi apa pun."
Vishwakarma mengatakan Pasukan Merah yang dibentuknya lahir karena kebutuhan pada 2010 ketia ia merasa diabaikan dan mengalami trauma setelah menghadapi percobaan pemerkosaan oleh teman kerjanya.
Ia mengatakan polisi tidak responsif, dan pria yang mencoba memperkosanya selama berbulan-bulan setelahnya mengejeknya karena melaporkan serangan itu. Ia mengatakan insiden tersebut, dan pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan berusia 11 tahun yang ia ajar, merupakan titik balik.
Kelompoknya sekarang telah terdiri dari 200 perempuan muda, banyak diantaranya yang merupakan penyintas kasus kekerasan. Mereka berpatroli di jalanan Lucknow dengan memakai baju tradisional “salwar kameez” - dengan warna merah yang menandakan bahaya dan hitam sebagai tanda protes -- siap mengkonfrontasi dan mempermalukan para pria yang menggoda, menyentuh dan melakukan tindakan-tindakan pelecehan dan kekerasan seksual lainnya.
Afreen Khan, 17, mengatakan ia membantu membentuk Pasukan Merah setelah ayanya mengancam mengeluarkannya dari sekolah karena hampir setiap hari ia menghadapi pelecehan saat akan masuk kelas.
"Sebelumnya, kami sering mendengar komentar-komentar yang cabul. Sekarang hampir tidak ada lagi godaan itu," ujar Khan.
"Banyak orang yang mendukung kami, membuat kami bangga melakukan pekerjaan ini."
Aktivitas Pasukan Merah terutama terasa penting menyusul pemerkosaan beramai-ramai dan pemukulan atas seorang mahasiswi berusia 23 tahun di atas bus swasta di New Delhi pada Desember 2012. Ia meninggal beberapa minggu kemudian di sebuah rumah sakit Singapura.
Ribuan orang turun ke jalanan di seluruh India untuk memprotes serangan brutal tersebut, namun setahun kemudian, tidak banyak yang berubah.
Serangan Meningkat
Jumlah kasus pemerkosaan di ibukota India tahun ini meningkat hampir dua kali dibandingkan tahun lalu.
Vishwakarma mengatakan serangan-serangan di luar ibukota jarang muncul di media atau membangkitkan kemarahan publik semacam itu. Ia mengatakan bahwa kehidupan, terutama di negara bagian Uttar Pradesh yang konservatif, bisa sangat suram bagi perempuan yang tidak didorong untuk berbicara atau membela diri, baik oleh orangtua maupun suami mereka.
"Perempuan tidak dianggap manusia, namun barang yang bisa digunakan," ujarnya.
Perjalanan selama ini tidak mudah bagi Vishwakarma dan Pasukan Merahnya. Awalnya, ujarnya, bahkan keluarganya menentang upaya-upayanya karena takut omongan tetangga tentang perempuan yang keluar rumah dan menyuarakan aspirasinya.
Bahkan sampai saat ini, para anggota pasukan berhati-hati untuk tidak berlatih bela diri di muka publik.
Namun Vishwakarma tidak surut karena norma-norma masyarakat. Ia bersikeras meyakinkan para perempuan dan gadis remaja untuk menumbuhkan kepercayaan diri untuk melindungi diri mereka. Sang ibu yang tadinya menolak sekarang mengatakan ia bangga akan Vishwakarma dan ketiga putrinya yang lain.
“Saya ingin anak-anak saya maju, berkarya dengan baik. Saya ingin mereka memiliki kehidupan yang berbeda dengan saya," ujar Singhari Devi sambil mengamati putri-putrinya mengenakan seragam merah hitam.
Vishwakarma berharap Pasukan Merah ada di setiap kota di India tahun depan.