Dalam beberapa minggu ini, para pemberontak terlibat pertempuran melawan pasukan pro-Presiden Assad di propinsi barat laut Idlib, provinsi tengah, Homs dan propinsi selatan, Daraa.
Hari Rabu, Pasukan Pembebasan Suriah meningkatkan perlawanan dengan menyerang fasilitas militer di luar ibukota Damaskus untuk pertama kali.
Aktivis oposisi Suriah mengatakan pemberontak menyerang komplek intelijen angkatan udara dengan roket dan tembakan senjata api di pinggiran Harasta.
Chris Philips, pakar Suriah pada Economist Intelligence Unit di London mengatakan pangkalan udara itu sering menggunakan cara-cara penindasan dalam menangani perbedaan pendapat dalam militer negara itu.
Dia percaya serangan terhadap pangkalan itu adalah upaya simbolis pemberontak untuk mengintimidasi pasukan pro-Presiden Assad, bukan untuk menguasai fasilitas yang dikuasai militer yang jauh lebih kuat itu.
Philip juga mengatakan pemberontak Suriah menjadi lebih berani karena keputusan Liga Arab yang menangguhkan keanggotaan Suriah dan seruan Raja Abdullah dari Yordania supaya Presiden Assad mundur.
Ia mengatakan para pemberontak menafsirkan tindakan-tindakan itu sebagai kesempatan untuk memindahkan perjuangan mereka ke ibukota Suriah yang secara umum tenang sejak pemberontakan dimulai bulan Maret.
“Saya percaya dengan menyerang pinggiran Damaskus, pemberontak berusaha mengirim pesan kepada orang yang masih ragu-ragu di Damascus, dan memberitahu mereka perjuangan ini akan berdampak pada kehidupan mereka juga dan sekaranglah saatnya untuk bergabung dengan pemberontak,” kata Phillips.
Pasukan Pembebasan Suriah mengeluarkan sebuah pernyataan Selasa sore telah membentuk dewan militer sementara yang bertujuan melemahkan pasukan keamanan Suriah.
Philip mengatakan pemberontak memberi kesan yang campur aduk dalam seminggu terakhir mengenai keinginan mereka untuk memiliterisasi pemberontakan itu, yang menandakan mereka masih terpecah.
“Banyak kelompok yang berbeda terlibat, ini bukanlah struktur yang jelas dan bersatu,” katanya.
Philip mengatakan pemberontak Suriah tampaknya belum siap terlibat dalam pemberontakan bersenjata seperti yang terjadi di Libya.