Para penentang Moon Jae-in menganggap kebijakan presiden itu untuk merangkul Korea Utara demi meningkatkan dialog dan kerjasama sebagai tindakan menyenangkan musuh dan melemahkan strategi Amerika Serikat yang memberlakukan tekanan maksimal.
Kim Suk-Woo, mantan Menteri Unifikasi Korea dan Direktur Lembaga Pembangunan Nasional di Seoul, menjadi salah seorang anggota panitia penyelenggara pawai itu.
"Dengan berusaha mengedepankan slogan perdamaian palsu, ‘tidak ada perang di Korea’, Presiden Moon kini terlibat dalam dalam kejahatan terhadap kemanusiaan karena menyetujui senjata nuklir yang dimiliki Kim Jong-un," jelasnya.
Tahun lalu, Korea Utara melangsungkan sejumlah uji misil dan nuklir untuk mengembangkan kemampuan negara itu menarget wilayah AS dengan misil balistik antar benua berhulu ledak nuklir. Para pemimpin di Pyongyang juga dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan karena pelanggaran HAM yang telah berlangsung lama dan sistematis.
Baca juga: Trump Umumkan Sanksi Terbesar terhadap Korea Utara
Laporan PBB tahun 2014 mendokumentasikan adanya jaringan penjara untuk tahanan politik di Korea Utara dan kasus-kasus pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan yang disponsori negara.
Banyak di antara para demonstran konservatif melambai-lambaikan bendera AS saat melangsungkan aksinya. Mereka mendukung pendekatan tekanan maksimal Presiden Donald Trump yang telah membangkitkan usaha internasional untuk memberlakukan sanksi keras untuk memutus aliran bagi program senjata Korea Utara dan untuk memukul ekonominya. Mereka menyukai pendekatan Trump itu karena tidak menghapus kemungkinan menggunakan kekuatan militer jika sanksi-sanksi itu gagal membuahkan hasil. Mereka bahkan menyukai retorika keras Trump yang menyebut Kim Jong-un manusia roket.
"Apapun solusinya, apakah itu militer atau non-militer, jika masyarakat internasional memutuskan untuk melucuti senjata yang dimiliki manusia roket itu, kami mendukung sepenuhnya,” kata Kim Suk-Woo.
Your browser doesn’t support HTML5
Presiden Moon menentang keras tindakan militer preventif AS apapun terhadap Korea Utara yang menurut banyak analis akan dengan segera meningkat menjadi perang Korea kedua yang dapat membunuh jutaan orang dan memporak-porandakan wilayah itu.
Pemerintahan Moon berusaha memperbaiki hubungan dengan Pyongyang dengan memfasilitasi partisipasi negara itu dalam Olimpiade PyeongChang di Korea Selatan. Usaha diplomasi lewat kegiatan olahraga ini membantu menciptakan penundaan sementara uji-uji misil dan nuklir Korea Utara. Usaha itu juga meningkatkan dialog antar-Korea, dan membuahkan undangan dari pemimpin Korea Utara untuk Moon untuk melangsungkan pertemuan tingkat tinggi antara kedua pemimpin itu Pyongyang.
Namun para penentang Moon keberatan atas sikap damai yang ditunjukkannya pada delegasi Olimpiade Korea Utara, khususnya dengan mengizinkan hadirnya Jenderal Kim Yong Chol yang memimpin delegasi dari Pyongyang.
Kim Yong Chol saat ini sedang dikenai sanksi internasional karena perannya mendalangi serangan maut terhadap kapal perang Korea Selatan pada 2010. Para demonstran juga mengecam pemimpin Korea Selatan itu karena tidak mengkonfrontasi secara tegas para pejabat Korea Utara mengenai nuklir dan pelanggaran HAM.
Banyak pengamat menilai, demonstrasi besar di Seoul, Kamis (1/3), ini ditujukan untuk menggalang dukungan publik untuk mendongkel Moon dari kekuasaan, seperti halnya protes massal yang memaksa pemakzulan presiden pendahulunya, Park Geun-Hye.
Baca juga: Presiden Korsel: Korut Terbuka untuk Berbicara dengan AS
Sejumlah pengamat juga menilai, pawai protes ini juga merupakan bentuk dukungan bagi Park yang terpaksa melepaskan jabatannya karena skandal korupsi yang menyangkut orang dekatnya.
Para pendukung Park pada demonstrasi itu mengatakan, pengadilan terhadap mantan presiden itu adalah penindasan politik."Banyak demonstran meyakini jaksa penuntut tidak bisa membuktikan presiden Park bersalah. Mereka menuntut pembebasan segera Presiden Park,” kata Chulhong Kim, dosen di Universitas Presbyterian, Seoul. [ab/lt]