China berada di bawah pengawasan ketat di tengah kecaman keras dari negara-negara demokratis di Barat atas perlakuan brutalnya terhadap warga Uighur, Tibet, dan para pembangkang di Hong Kong.
China menghadiri sidang PBB dengan delegasi beranggotakan 60 orang yang siap menangkis caci maki apa pun yang diarahkan padanya. Duta Besar China untuk PBB di Jenewa, Chen Xu, menolak tuduhan bahwa China telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap warga Uighur, yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Berbicara lewat seorang penerjemah, Xu mengatakan China berusaha keras untuk memberikan kehidupan yang lebih baik dan membahagiakan bagi semua orang. Ditambahkannya, setelah delapan tahun kerja keras yang berkelanjutan, China telah berhasil mengangkat hampir 180 juta orang dari kemiskinan.
"Tidak ada yang ditinggalkan atau tertinggal saat China membangun negara sosialis modern ini di segala bidang. Orang-orang dari 56 kelompok etnis di China setara dan bersatu padu seperti biji delima yang bekerja sama demi kemakmuran dan pembangunan bersama dan demi kehidupan yang lebih baik bagi semua," jelasnya.
Delegasi China juga menepis kritik internasional atas tindakan keras pemerintah terhadap partai-partai pro-demokrasi di Hong Kong. Berbicara dengan bantuan seorang penerjemah, Kepala Urusan Pemerintahan di Hong Kong, Chan Kwak-ki Eric, menuduh para pembangkang melakukan tindakan kekerasan, yang menurutnya mengancam perdamaian dan keamanan wilayah tersebut.
"Dengan penerapan undang-undang keamanan nasional, hari-hari gangguan sosial dan ketakutan telah berakhir. Stabilitas serta hukum dan ketertiban telah dipulihkan dan kota kami kembali ke jalur yang benar," imbuhnya.
Setiap lima tahun sekali, rekam jejak HAM semua negara akan dievaluasi oleh Dewan Hak Asasi Manusia. Ini adalah peninjauan pertama atas China sejak tahun 2018.
Negara-negara demokrasi Barat yang menghadiri konferensi tersebut memandang dengan skeptis laporan gemilang China atas nama rakyatnya, tentang pencapaiannya. Mereka berbicara terus terang tentang keprihatinan mereka.
Duta Besar AS untuk PBB di Jenewa, Michele Taylor, menyerukan pembebasan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang, serta penghentian penyiksaan dan penganiayaan di seluruh China. Dia juga membuat beberapa rekomendasi lainnya.
"Akhiri tindakan represif terhadap perempuan, kelompok LGBTQI+, buruh, dan pekerja migran, termasuk di Hong Kong dan Makau. Beri PBB akses tanpa hambatan dan akses yang berarti, khususnya di Xinjiang dan Tibet. Kami mengutuk genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang sedang berlangsung di Xinjiang dan penindasan transnasional untuk membungkam individu-individu di luar negeri," jelasnya.
Sementara para delegasi berdebat secara verbal dengan China di dalam ruang dewan, beberapa kelompok hak asasi manusia berdemonstrasi menentang kebijakan represif China di luar gedung PBB. [em/lt]