Dewan Keamanan PBB mengancam akan bertindak segera jika Presiden Sudan Selatan Salva Kiir tidak menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemberontak hari Rabu (26/8) sebagaimana telah dijanjikan.
Presiden Dewan Keamanan Joy Ogwu dari Nigeria tidak mengatakan dengan pasti apa yang akan dilakukan oleh Dewan. Dia mengatakan Kiir harus menandatangani perjanjian itu tanpa persyaratan.
Sebuah rancangan resolusi Amerika hendak menerapkan embargo senjata selama satu tahun, larangan bepergian dan pembekuan aset terhadap para pemimpin Sudan Selatan kalau perjanjian tidak ditandatangani.
Presiden Kiir setuju menandatangani persetujuan perdamaian itu di ibukota Juba hari Rabu, dengan dikelilingi oleh para pemimpin Ethiopia, Kenya, Sudan dan Uganda, para anggota blok Afrika Timur yang memperantarai perjanjian itu.
Pemimpin pemberontak dan mantan wakil presiden Riek Machar menandatanganinya pekan lalu. Juru bicara Kiir mengatakan Presiden masih mempunyai beberapa keraguan, dengan menambahkan ia berpendapat persetujuan demikian tidak akan bertahan lama.
Pemerintah keberatan atas pasal pembagian kekuasaan, demiliterisasi Juba dan penempatan pemantau perdamaian asing di Sudan Selatan.
Sudan Selatan adalah negara termuda di dunia, memperoleh kemerdekaan dari Sudan tahun 2011. Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak Machar pecah Desember 2013 dan sangat brutal terhadap kaum sipil.
Ribuan telah tewas dan kira-kira 2,2 juta orang telah mengungsi. Jutaan orang sangat membutuhkan pangan.
Perang Saudara juga telah menghancurkan ekonomi Sudan Selatan, sebagian karena menghambat pemerintah memanfaatkan kekayaan minyak negara itu.