Presiden Sudan Selatan Salva Kiir mengatakan kepada Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Rabu (19/8), ia bermaksud menandatangani persetujuan perdamaian untuk mengakhiri konflik yang sudah terjadi 20 bulan itu, menurut juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika.
Kiir berusaha menenangkan Kerry bahwa ia benar-benar bermaksud menandatangani persetujuan perdamaian itu, ujar juru bicara John Kirby kepada para wartawan setelah Kerry menelpon Kiir.
”Ia mengatakan ia membutuhkan pembahasan dua hari lagi, tetapi ia menegaskan niatnya untuk menandatangani, dan ini menggembirakan," tambahnya.
Kiir mengatakan kepada Kerry bahwa ia tadinya memiliki keprihatinan yang sekarang sudah diatasi, kata Kirby.
Kiir menolak menandatangani persetujuan hari Senin, yang ditengahi oleh para pemimpin kawasan itu untuk mengakhiri konflik yang pecah bulan Desember 2013 ketika perselisihan politik antara Presiden dan wakilnya Riek Machar meruncing menjadi pertempuran.
Juru bicara militer Sudan Selatan Kolonel Philip Aguer mengatakan pertempuran pecah hari Rabu di negara bagian penghasil minyak Upper Nile, dekat perbatasan dengan Sudan, dengan pemberontak yang berusaha merebut daerah-daerah yang dikuasai pasukan pemerintah.
Aguer mengatakan pertempuran juga pecah hari Selasa di negara bagian Eastern Equatoria, antara Juba, ibukota, dan kota Nimule di perbatasan dengan Uganda. Ia mengatakan tidak ada pertempuran di daerah itu sebelumnya dan menuduh pemberontak memulai pertempuran terbaru dalam usaha untuk membuka front baru.
Juru bicara pemberontak Mayor Jenderal James Chuoi menuduh pasukan pemerintah melancarkan serangan pertama hari Selasa.
Tuduhan-tuduhan itu tidak dapat diperiksa kebenarannya secara independen.