PBB Kecam Kekerasan di Sudan

Paramedis merawat seorang pria yang terluka setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah ratusan pengunjuk rasa yang berusaha mendatangani istana kepresidenan di Ibu Kota Khartoum dan menuntut pengunduran diri Presiden Sudan, 17 Januari 2019.

Kepala badan HAM PBB, Kamis (17/1), menyatakan keprihatinan bahwa pasukan keamanan Sudan telah menggunakan kekerasan yang berlebihan, termasuk peluru tajam untuk membubarkan demonstran anti-pemerintah.

Kata Michelle Bachelet dalam pernyataan yang dikeluarkan kantornya di Jenewa, “Tanggapan yang bersifat represif hanya akan mempergawat keadaan,” dan ia menyerukan kepada pemerintah Sudan untuk membiarkan rakyat berdemonstrasi dengan aman.

Demonstrasi besar-besaran terjadi di Sudan sejak 19 Desember, ketika pemerintah menaikkan harga-harga roti, bahan pangan yang utama di negara itu. Aksi protes terus berkembang dan para demonstran menyerukan diakhirinya pemerintahan Presiden Omar Hassan al-Bashir yang telah berlangsung tiga puluh tahun.

Pemerintah mengatakan 24 orang tewas dalam aksi-aksi protes, tapi PBB mengatakan jumlah korban tewas mungkin dua kali lipat dari jumlah itu. Juga ada laporan banyak lagi korban cedera karena pasukan keamanan melepaskan tembakan gas air mata dan peluru tajam ketika mengejar para demonstran yang cedera dan melarikan diri ke sebuah rumah sakit. Lebih dari 800 orang ditangkap termasuk wartawan tokoh oposisi dan masyarakat madani. [ii]