Pelapor khusus PBB Yanghee Lee mengatakan, pemerintah Myanmar terus melakukan pelanggaran hukum internasional secara besar-besaran dan menggunakan cara-cara brutal untuk menindas kelompok etnis minoritas di negara bagian Rakhine dan Chin bagian selatan.
Menurut Lee, banyak warga sipil dibunuh dan puluhan ribu orang mengungsi karena penembakan meriam yang membabi-buta dan cara-cara kejam lainnya yang digunakan oleh angkatan bersenjata Myanmar dan Laskar Arakan, kelompok pemberontak di negara bagian Rakhine.
BACA JUGA: Ratusan Ribu Rohingya Peringati 'Hari Genosida'Yanghee Lee menambahkan, tidak bisa dipercaya bahwa pengungsi Rohingya akan aman kalau mereka kembali ke Myanmar. Bulan lalu, pemerintah Myanmar setuju menerima kembali 3.450 pengungsi. Lee mengatakan, pemerintah Myanmar mengklaim telah melakukan semua yang diperlukan untuk menampung kembalinya para pengungsi itu, dan menyalahkan Bangladesh karena tertundanya operasi itu.
Tapi pelapor PBB itu mengatakan, Myanmar belum menghentikan sistem kekerasan dan persekusinya, dan warga Rohingya yang masih tinggal di Rakhine hidup dalam keadaan yang menyedihkan, sama sebelum peristiwa bulan Agustus tahun 2017.
Penduduk Rohingya tidak diberi kewarganegaraan, dan terus menghadapi aksi kekerasan, karena sedang berlangsungnya konflik antara Laskar Arakan dengan angkatan bersenjata Myanmar. (ii/jm)