Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Sudan Selatan Nicholas Haysom pada Rabu (15/12) menyambut baik langkah-langkah yang diambil sejauh ini untuk mengimplementasikan Perjanjian Perdamaian Revitalisasi Sudan Selatan, namun ia menambahkan “hal itu saja tidak akan cukup untuk mempertahankan proses perdamaian” di negara tersebut.
Haysom, yang mempresentasikan laporan Sekjen PBB Antonio Guterres tentang Sudan Selatan pada Dewan Keamanan, mengatakan “kegagalan para pihak untuk mencapai kesepakatan tentang rasio komando telah mendorong perpecahan” dalam Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan yang Beroposisi (SPLM-IO), sebuah partai politik dan kelompok pemberontak yang memisahkan diri dari Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM) pada 2013.
BACA JUGA: Ribuan Orang Protes Kudeta Oktober di SudanPejabat PBB itu menyoroti pengumuman Presiden Sudan Selatan Salva Kiir yang akan melangsungkan pemilu pada tahun 2023. Ia mengatakan “anggota kepresidenan belum sepakat mengenai jadwal pemilu itu,” dan menambahkan “akan muncul tantangan dramatis tahun depan jika Sudan Selatan ingin melalui masa transisinya.”
Haysom mengatakan hal ini akan membutuhkan “persiapan teknis dan politik, termasuk kesepakatan tentang konstitusi serta aturan yang mengatur pemilu.”
BACA JUGA: Aktivis Hak Perempuan Sudan Selatan Menang Penghargaan Amnesty InternationalHaysom, yang juga merupakan Kepala Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS), mengatakan “kami memperkirakan suhu politik akan meningkat ketika mendekati waktu pemilu.” Ia menyampaikan keprihatinan pada "pembatasan ruang sipil, termasuk dalam menanggapi seruan demonstrasi tanpa kekerasan oleh Koalisi Rakyat Untuk Aksi Sipil."
Ia mendesak pemerintah Sudan Selatan "untuk mempromosikan hak asasi manusia seluruh rakyat Sudan Selatan, termasuk kebebasan berekspresi," guna menciptakan platform bagi dialog yang demokratis dalam proses pemilihan yang bebas dan adil. [em/jm]