Isu-isu diplomatik genting dunia seperti perdagangan senjata dan keanggotaan Palestina ditunda pembahasannya oleh PBB sampai pemilu AS berakhir.
Saat Amerika Serikat bersiap untuk pemilihan umum presiden bulan depan, isu-isu diplomatik genting seperti perjanjian perdagangan senjata, aspirasi Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pembahasan pelarangan senjata pemusnahan massal di Timur Tengah harus ditunda dulu.
Selama berbulan-bulan, para pejabat dan diplomat PBB mengeluh diam-diam bahwa pembahasan-pembahasan di badan dunia tersebut yang bertujuan mengatasi serangkaian masalah telah ditunda sampai setelah pemilu 6 November, saat Presiden Barack Obama dari Partai Demokrat, berhadapan dengan kandidat Partai Republik Mitt Romney.
Beberapa analis dan ahli politik mengatakan bahwa hegemoni AS telah memudar. Namun keputusan dari negara-negara anggota PBB untuk menunda negosiasi-negosiasi menunjukkan kekuatan dan pengaruh AS di badan dunia tersebut. Penghormatan pada pemilu nasional adalah sesuatu yang tidak biasa.
Kebuntuan pada Dewan Keamanan PBB terkait konflik di Suriah tidak tampak jelas dalam kampanye di AS, namun mungkin akan muncul sebagai isu dalam debat final Obama-Romney pada 22 Oktober, yang akan fokus pada kebijakan luar negeri.
Beberapa analis dan diplomat mengatakan bahwa sikap hati-hati Obama terhadap Suriah sebagian didorong oleh kekhawatiran tentang pemilu. Namun beberapa pihak lain mengatakan pemerintah AS telah mengabaikan jalur PBB karena sekutu Suriah, Rusia, berulang kali memveto inisiatif AS di Dewan Keamanan.
Isu sensitif yang berulang dalam politik AS adalah pembatasan senjata, sebuah topik yang muncul dalam debat presiden Selasa (16/10) lalu. Para delegasi PBB dan aktivis pembatasan senjata mengatakan bahwa pembahasan pada perjanjian global untuk mengatur perdagangan senjata senilai US$60 juta gagal karena pemerintahan Obama khawatir serangan politik dari Romney jika mendukung pakta tersebut.
Negosiasi perjanjian di markas besar PBB tidak menghasilkan perjanjian apa pun pada Juli lalu setelah Amerika Serikat, Rusia dan beberapa produsen senjata besar lainnya mengatakan mereka bermasalah dengan rancangan perjanjian dan meminta perpanjangan waktu.
Pemerintah AS ingin “menunda isu tersebut sampai setelah pemilu,” ujar seorang diplomat Eropa.
David Bosco dari American University di Washington mengatakan: "Pemerintah AS jelas takut perjanjian tersebut akan menjadi isu besar dalam pemilu bagi organisasi-organisasi hak kepemilikan senjata dan, dengan beberapa negara lain, berusaha memastikan perjanjian itu tidak berjalan ke mana-mana sampai setelah pemilu.”
Kontrol senjata adalah hal yang kontroversial di Amerika Serikat karena Konstitusi menjamin hak memegang senjata. Asosiasi Senapan Nasional yang berkuasa dengan tegas menolak perjanjian perdagangan senjata dan telah berpihak pada Romney.
Aktivis pembatasan senjata menyatakan harapannya agar Obama akan mendukung perjanjian tersebut jika dipilih kembali.
Pemerintah AS menyangkal ingin menunda negosiasi perjanjian senjata dan bersikeras bahwa hal itu terkait dengan rancangan perjanjian yang sedang dibahas.
“Waktu yang lebih lama adalah permintaan yang masuk akal untuk isu yang sangat kompleks dan sensitif tersebut,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Victoria Nuland saat itu.
Isu Palestina
Amerika Serikat tidak perlu meminta Palestina menunda rencana mereka untuk meminta Majelis Umum PBB untuk menaikkan status mereka dari pengamat di PBB, sesuatu yang ditolak pemerintah AS.
Palestina membuat keputusan itu sendiri, ujar seorang utusan PBB, karena mereka tidak ingin keinginan negara Palestina untuk mendapat pengakuan PBB dimainkan dalam kampanye pemilu AS dan memaksa Obama untuk mengambil langkah lebih keras melawan Palestina daripada yang diinginkannya.
Ketua Majelis Umum PBB, Vuk Jeremic dari Serbia, mengatakan bulan ini bahwa desakan Palestina untuk menjadi “negara bukan anggota” seperti Vatikan akan diperdebatkan oleh badan beranggotakan 193 bangsa tersebut pada pertengahan November. Ia mengatakan jadwal tersebut terkait “kalender elektoral dan politik.”
Gagal mendapat pengakuan sebagai negara penuh di PBB tahun lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan ia akan mencari peningkatan status PBB yang lebih tidak ambisius yang secara implisit mengakui keberadaan Palestina sebagai negara.
Pemerintahan Obama menyatakan secara gamblang mereka tidak ingin Palestina mencari peningkatan status di PBB sama sekali. AS dan Israel juga mengatakan bahwa pendanaan bagi Otoritas Palestina dan PBB akan terganggu karenanya.
Jika Palestina memutuskan untuk mendorong isu tersebut ke dalam pemilihan di PBB, para diplomat PBB memprediksi bahwa mereka akan menang dengan mayoritas yang kuat.
Ada isu-isu lain yang masih tertunda, menurut para diplomat. Salah satunya adalah konferensi untuk menghilangkan senjata pemusnahan massal di Timur Tengah, sebuah ide yang ditolak Israel karena ketakutan akan menjadi forum untuk menyerang negara Yahudi tersebut.
Israel tidak menyangkal ataupun menegaskan kepemilikan senjata atom, namun secara luas diyakini memiliki satu-satunya persenjataan nuklir di wilayah tersebut.
Konferensi tersebut dijadwalkan berlangsung tahun ini. Namun para diplomat mengatakan bahwa jadwalnya ditunda sampai setelah pemilu AS, sebagian karena untuk melihat apakah AS akan tetap berkomitmen pada isu tersebut. (Reuters/Louis Charbonneau)
Selama berbulan-bulan, para pejabat dan diplomat PBB mengeluh diam-diam bahwa pembahasan-pembahasan di badan dunia tersebut yang bertujuan mengatasi serangkaian masalah telah ditunda sampai setelah pemilu 6 November, saat Presiden Barack Obama dari Partai Demokrat, berhadapan dengan kandidat Partai Republik Mitt Romney.
Beberapa analis dan ahli politik mengatakan bahwa hegemoni AS telah memudar. Namun keputusan dari negara-negara anggota PBB untuk menunda negosiasi-negosiasi menunjukkan kekuatan dan pengaruh AS di badan dunia tersebut. Penghormatan pada pemilu nasional adalah sesuatu yang tidak biasa.
Kebuntuan pada Dewan Keamanan PBB terkait konflik di Suriah tidak tampak jelas dalam kampanye di AS, namun mungkin akan muncul sebagai isu dalam debat final Obama-Romney pada 22 Oktober, yang akan fokus pada kebijakan luar negeri.
Beberapa analis dan diplomat mengatakan bahwa sikap hati-hati Obama terhadap Suriah sebagian didorong oleh kekhawatiran tentang pemilu. Namun beberapa pihak lain mengatakan pemerintah AS telah mengabaikan jalur PBB karena sekutu Suriah, Rusia, berulang kali memveto inisiatif AS di Dewan Keamanan.
Isu sensitif yang berulang dalam politik AS adalah pembatasan senjata, sebuah topik yang muncul dalam debat presiden Selasa (16/10) lalu. Para delegasi PBB dan aktivis pembatasan senjata mengatakan bahwa pembahasan pada perjanjian global untuk mengatur perdagangan senjata senilai US$60 juta gagal karena pemerintahan Obama khawatir serangan politik dari Romney jika mendukung pakta tersebut.
Negosiasi perjanjian di markas besar PBB tidak menghasilkan perjanjian apa pun pada Juli lalu setelah Amerika Serikat, Rusia dan beberapa produsen senjata besar lainnya mengatakan mereka bermasalah dengan rancangan perjanjian dan meminta perpanjangan waktu.
Pemerintah AS ingin “menunda isu tersebut sampai setelah pemilu,” ujar seorang diplomat Eropa.
David Bosco dari American University di Washington mengatakan: "Pemerintah AS jelas takut perjanjian tersebut akan menjadi isu besar dalam pemilu bagi organisasi-organisasi hak kepemilikan senjata dan, dengan beberapa negara lain, berusaha memastikan perjanjian itu tidak berjalan ke mana-mana sampai setelah pemilu.”
Kontrol senjata adalah hal yang kontroversial di Amerika Serikat karena Konstitusi menjamin hak memegang senjata. Asosiasi Senapan Nasional yang berkuasa dengan tegas menolak perjanjian perdagangan senjata dan telah berpihak pada Romney.
Aktivis pembatasan senjata menyatakan harapannya agar Obama akan mendukung perjanjian tersebut jika dipilih kembali.
Pemerintah AS menyangkal ingin menunda negosiasi perjanjian senjata dan bersikeras bahwa hal itu terkait dengan rancangan perjanjian yang sedang dibahas.
“Waktu yang lebih lama adalah permintaan yang masuk akal untuk isu yang sangat kompleks dan sensitif tersebut,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Victoria Nuland saat itu.
Isu Palestina
Amerika Serikat tidak perlu meminta Palestina menunda rencana mereka untuk meminta Majelis Umum PBB untuk menaikkan status mereka dari pengamat di PBB, sesuatu yang ditolak pemerintah AS.
Palestina membuat keputusan itu sendiri, ujar seorang utusan PBB, karena mereka tidak ingin keinginan negara Palestina untuk mendapat pengakuan PBB dimainkan dalam kampanye pemilu AS dan memaksa Obama untuk mengambil langkah lebih keras melawan Palestina daripada yang diinginkannya.
Ketua Majelis Umum PBB, Vuk Jeremic dari Serbia, mengatakan bulan ini bahwa desakan Palestina untuk menjadi “negara bukan anggota” seperti Vatikan akan diperdebatkan oleh badan beranggotakan 193 bangsa tersebut pada pertengahan November. Ia mengatakan jadwal tersebut terkait “kalender elektoral dan politik.”
Gagal mendapat pengakuan sebagai negara penuh di PBB tahun lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan ia akan mencari peningkatan status PBB yang lebih tidak ambisius yang secara implisit mengakui keberadaan Palestina sebagai negara.
Pemerintahan Obama menyatakan secara gamblang mereka tidak ingin Palestina mencari peningkatan status di PBB sama sekali. AS dan Israel juga mengatakan bahwa pendanaan bagi Otoritas Palestina dan PBB akan terganggu karenanya.
Jika Palestina memutuskan untuk mendorong isu tersebut ke dalam pemilihan di PBB, para diplomat PBB memprediksi bahwa mereka akan menang dengan mayoritas yang kuat.
Ada isu-isu lain yang masih tertunda, menurut para diplomat. Salah satunya adalah konferensi untuk menghilangkan senjata pemusnahan massal di Timur Tengah, sebuah ide yang ditolak Israel karena ketakutan akan menjadi forum untuk menyerang negara Yahudi tersebut.
Israel tidak menyangkal ataupun menegaskan kepemilikan senjata atom, namun secara luas diyakini memiliki satu-satunya persenjataan nuklir di wilayah tersebut.
Konferensi tersebut dijadwalkan berlangsung tahun ini. Namun para diplomat mengatakan bahwa jadwalnya ditunda sampai setelah pemilu AS, sebagian karena untuk melihat apakah AS akan tetap berkomitmen pada isu tersebut. (Reuters/Louis Charbonneau)