Kepala hak asasi PBB, pada Senin (9/9), menyatakan "rasa jijiknya" atas pengumuman terbaru Afghanistan yang dikuasai Taliban terkait "apa yang disebut undang-undang moral." Undang-undang itu membungkam perempuan atau memerintahkan mereka menutupi wajah dan tubuh mereka di depan umum.
Volker Türk mengatakan dalam sesi Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa bahwa undang-undang baru tersebut diterapkan bersamaan dengan larangan anak perempuan Afghanistan untuk bersekolah di sekolah menengah, melarang mereka mengakses pendidikan universitas, dan sangat membatasi akses perempuan terhadap kehidupan publik dan kesempatan kerja.
"Saya ngeri membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Kontrol represif terhadap separuh populasi di negara ini tidak terjadi di negara lain saat ini," kata Komisaris Hak Asasi Manusia PBB.
BACA JUGA: Bentrokan Hebat Pecah di Perbatasan Pakistan dan AfghanistanTürk mengecam undang-undang moral tersebut sebagai hal yang keterlaluan dan merupakan "penganiayaan gender yang sistematis." Ia memperingatkan bahwa pengekangan yang semakin ketat terhadap perempuan "mendorong Afghanistan semakin jauh ke jalur isolasi, penderitaan, dan kesulitan." Itu juga akan membahayakan masa depan negara itu dengan "secara besar-besaran menghambat pembangunannya," tambahnya.
Richard Bennett, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia Afghanistan, juga berbicara pada kesempatan hari Senin tersebut dan memberi tahu peserta sidang di Jenewa bahwa Taliban baru-baru ini melarangnya mengunjungi negara itu untuk melakukan penilaian sesuai dengan mandatnya.
Ia menambahkan bahwa undang-undang moral itu "menandai fase baru dalam penindasan berkelanjutan terhadap hak asasi manusia" sejak Taliban kembali menguasai negara itu tiga tahun lalu.
Undang-undang setebal 114 halaman dan 35 pasal yang disahkan Taliban padac bulan lalu itu menguraikan berbagai tindakan dan perilaku khusus yang dianggap wajib atau dilarang Taliban bagi pria dan perempuan Afghanistan sesuai interpretasi ketat mereka terhadap hukum Islam.
Para pemimpin Taliban tidak mengomentari pernyataan PBB pada Senin, tetapi sebelumnya telah menolak kritik internasional terhadap undang-undang moral itu.
Your browser doesn’t support HTML5
Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban, baru-baru ini menyatakan bahwa "non-Muslim harus mendidik diri mereka sendiri tentang hukum Islam dan menghormati nilai-nilai Islam" sebelum menolak atau mengajukan keberatan terhadap hukum tersebut.
"Kami menganggapnya sebagai penghujatan terhadap Syariah Islam kami ketika keberatan diajukan tanpa memahaminya," katanya.
Belum ada negara yang secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa sah Afghanistan, dengan alasan masalah hak asasi manusia, khususnya perlakuan keras terhadap perempuan. [ka/ns]