Pegiat Anti Korupsi Kritik Lima Pimpinan KPK yang Baru Terpilih

  • Fathiyah Wardah

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta (foto: ilustrasi).

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat telah memilih pimpinan KPK. Komposisi pimpinan Lembaga anturasuah itu didominasi aparat penegak hukum. Sejumlah peneliti dan pegiat antikorupsi mengkritik pimpinan baru tersebut karena menganggap mereka yang terpilih memiliki rekam jejak yang perlu dipertanyakan.

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memilih lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2024-2029. Mereka adalah Setyo Budianto sebagai ketua serta empat wakil ketua, yakni Fitroh Rohcahyanto, Jihanis Tanak, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo.

Setyo Budianto merupakan perwira tinggi di Irwasum Polri. Fitroh Rohcahyanto dan Johanis Tanak berasal dari Kejaksaan Agung. Sementara itu. Ibnu Basuki Widodo merupakan hakim dan Agus Joko Pramono merupakan mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Terpilihnya lima pimpinan KPK tersebut membuat kecewa para pegiat dan organisasi masyarakat sipil antikorupsi, termasuk Transparency International Indonesia (TII) dan Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM).

Peneliti di TII Agus Sarwono mengatakan di tengah krisis integritas, sudah seharusnya Komisi III DPR memilih pimpinan KPK dengan rekam jejak yang nyaris sempurna dan berpihak pada agenda pembenahan kelembagaan serta pemberantasan korupsi. Namun kenyataannya, tambah Agus, komisi yang membidangi hukum ini justru menetapkan pimpinan antirasuah yang bermasalah.

Salah satunya, menurut Agus, Johanis Tanak, yang ditetapkan sebagai pimpinan KPK, diduga melanggar kode etik karena melakukan pertemuan dengan tersangka kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung yakni mantan Komisaris PT Wika Beton, Tbk., pada 28 Juli 2023. Selain itu menurut Agus, dalam paparannya saat fit and proper test, Johanis Tanak menegaskan akan menghapus operasi tangkap tangan (OTT) KPK karena dianggap tidak sesuai dengan aturan KUHAP yang berlaku.

BACA JUGA: Demi Independensi KPK, Pakar Usul Pimpinan KPK di Luar Unsur Penegak Hukum

Agus Sarwono mengatakan pimpinan KPK lainnya juga bermasalah. Agus Joko Pramono, turur Agus Sarwono, diduga pernah menerima transaksi mencurigakan sejumlah Rp 115 Miliar.

Agus Sarwono menuturkan. Ibnu Basuki Widodo, yang menjabat sebagai seorang Hakim Tinggi Pemilah perkara di Mahkamah Agung pernah memvonis bebas terdakwa korupsi bernama Ida Bagus Mahendra dalam Kasus Pengadaan Alat Laboratorium IPA MTs di Kementerian Agama pada tahun 2010. Orang yang sama, kata Agus Sarwono, juga pernah melarang peliputan media massa dalam siaran langsung persidangan Kasus Megakorupsi E-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, saat menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Desember 2017.

Agus Sarwono mengungkapkan, Setyo Budiyanto dan Fitroh Rohcahyanto yang berasal dari institusi penegak hukum patut diduga memiliki konfik kepentingan dengan lembaga asalnya. Catatan merah itu, kata Agus, seharusnya menjadi pertimbangan besar Komisi III DPR.

“Ini menunjukan bahwa aspek politisnya jauh lebih besar daripada kebutuhan KPK saat ini. Kebutuhan pemberantasan korupsi saat ini, kebutuhan pencegahan korupsi saat ini,” ungkapnya kepada VOA, Minggu (24/11).

Your browser doesn’t support HTML5

Pegiat Anti Korupsi Kritik Lima Pimpinan KPK yang Baru Terpilih

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman menjelaskan dari konfigurasinya, ketua KPK terpilih berlatar belakang polisi, dengan wakil ketua terdiri dari dua jaksa (satu masih aktif dan seorang lagi sudah pensiun), satu hakim, dan satu auditor, menunjukkan bahwa DPR dan kekuasaan ingin mengontrol KPK melalui tangan-tangan aparat penegak hukum.

Dia menambahkan konfigurasi pimpinan KPK yang dipilih Komisi III DPR itu sangat mengecewakan karena tidak ada unsur masyarakat sipil, profesi, dan bahkan tidak ada perempuan.

"Kedua, saya melihat KPK ini dijadikan semacam sekretariat bersama bagi para aparat penegak hukum, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna (tugas), kemudian akan berdampak pada semakin hilangnya independensi KPK. Saya tidak melihat dengan konfirgurasi pimpinan KPK yang seperti ini, KPK akan kembali menjadi lembaga negara yang bisa independen," katanya.

Zaenur merasa yakin, dengan lima pimpinan untuk periode 2024-2029 yang baru terpilih ini, KPK akan makin ditundukkan di bawah kekuasaan, bukan hanya oleh pemerintah tapi juga lembaga penegak hukum lain.

Menurutnya, yang menjadi pertanyaan, apakah pimpinan KPK yang berasal dari aparat penegak hukum dan auditor tersebut akan bersedia dan mampu menangani korupsi di institusi-institusi asal mereka yang masih belum bebas dari rasuah.

BACA JUGA: Pakar: Revisi UU Perburuk Kinerja KPK

Dia memandang DPR tidak belajar dari pengalaman masa lalu dengan menunjuk ketua KPK berlatar belakang polisi. Dia mencontohkan ketika Firli Bahuri dari kepolisian menjadi ketua KPK, dia menjual perkara di KPK. Zaenur berharap hal ini tidak terulang lagi di masa kepemimpinan Setyo Budiyanto.

Selain mengembalikan kepercayaan publik, Zaenur menyatakan, pimpinan KPK yang baru harus membersihkan korupsi sistemik yang terjadi di KPK itu sendiri. Dia menegaskan, lembaga antirasuah ini harus pula memiliki kinerja pemberantasan korupsi yang bagus.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan proses seleksi pimpinan KPK telah melalui tahapan yang ketat dan transparan. Dia tidak sepakat dengan tudingan bahwa para pimpinan KPK yang terpilih itu mempunyai rekam jejak yang buruk. Sebab, katanya, proses seleksi pimpinan KPK telah melalui tahapan ketat dan hati-hati. Politikus Partai Geridra ini mengklaim proses seleksi pimpinan KPK kali ini lebih baik dari periode sebelumnya. [fw/ab]