Pejabat Senior Amerika Siap Bersaksi tentang Klaim Penyadapan Telepon Trump oleh Obama

Dari kiri, kepala Badan Keamanan Nasional, Michael Rogers, dan Direktur FBI, James Comey, akan bersaksi secara terbuka terkait tuduhan Presiden AS, Donald Trump, bahwa mantan Presiden Obama telah menyadap teleponnya menjelang pemilihan bulan November yang lalu.

Terkait dengan klaim meledak-ledak, namun tidak berdasar, dari Presiden Donald Trump bahwa mantan presiden Barack Obama telah menyadap markasnya di Trump Tower beberapa pekan menjelang pemilu presiden November lalu, dua pejabat tinggi Amerika dijadwalkan untuk bersaksi secara terbuka soal ada tidakny bukti terkait klaim tersebut.

Dua pejabat tinggi Amerika dijadwalkan akan memberi kesaksian secara terbuka soal apakah ada bukti di balik klaim meledak-ledak – tetapi tidak berdasar – yang disampaikan Presiden Donald Trump bahwa mantan presiden Barack Obama telah menyadap markasnya di Trump Tower beberapa pekan menjelang pemilu presiden November lalu.

Direktur FBI James Comey dan Direktur Badan Keamanan Nasional NSA Laksamana Michael Rogers kemungkinan besar tahu tentang penyadapan itu, jika benar terjadi. Keduanya akan menghadap Komite Intelijen DPR hari Senin (20/3).

Selama dua minggu Trump menolak menarik tuduhannya, meskipun sejumlah pejabat termasuk Ketua DPR Paul Ryan dan anggota-anggota senior Partai Republik dan Partai Demokrat – baik di Senat maupun di Komite Intelijen DPR – telah mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung klaim Trump tentang penyadapan tersebut, yang disampaikannya lewat serangkaian pesan di Twitter pada 4 Maret lalu.

Anggota Kongres dari faksi Republik Devin Nunes – yang juga ketua panel DPR itu – hari Minggu (19/3) mengatakan pada stasiun televisi Fox News bahwa informasi baru yang didapatkan para anggota DPR hari Jum’at lalu (17/3) dari Departemen Kehakiman tentang kemungkinan penyadapan itu, tetap tidak mengubah kesimpulannya.

“Apakah benar-benar terjadi penyadapan atas Trump Tower? Tidak, dan tidak pernah ada. Informasi yang kami dapatkan hari Jum’at mengarah kesana,” ujar Nunes.

Baik Comey maupun Rogers telah berbicara secara terbuka tentang tuduhan Trump itu. Tetapi Comey – sebagai direktur FBI – meminta Departemen Kehakiman, yang membawahi FBI, untuk menyangkal klaim Trump tak lama setelah disampaikan pada 4 Maret lalu. Sejauh ini Departemen Kehakiman belum mengeluarkan pernyataan apapun.

Pekan lalu Jaksa Agung Jeff Sessions – yang membawahi Departemen Kehakiman dan merupakan pendukung kuat Trump dalam kampanye presiden lalu – mengatakan bahwa ia tidak pernah memberi alasan apapun pada presiden bahwa ia telah disadap beberapa minggu sebelum pemilu presiden November lalu.

Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer pekan lalu mengatakan penyadapan itu dilakukan oleh agen-agen Inggris, dengan mengutip pernyataan Andrew Napolitano, seorang analis hukum yang diwawancara stasiun televisi Fox News. Badan inteljen elektronik Inggris – GCHQ – mengatakan laporan itu “sangat menggelikan dan seharusnya diabaikan,” tetapi ketika ditanya dalam konferensi pers hari Jum’at (17/3) Trump membelokkan arah jawaban terhadap apapun yang mengaitkan Inggris dengan tuduhan penyadapan tersebut.

“Apa yang kami lakukan akan mengutip pernyataan seorang pakar hukum, yang seharusnya bertanggungjawab atas apa yang dikatakannya di televisi,” ujar Trump terhadap klaim bahwa Obama telah meminta Inggris menyadapnya. “Anda seharusnya tidak menanyakannya pada saya, Anda seharusnya bicara pada Fox.”

Tak lama kemudian seorang pembaca acara di Fox News mengatakan “Fox News tidak dapat memastikan pernyataan Napolitano. Fox News tahu tidak ada bukti bahwa presiden Amerika saat ini telah disadap, dengan suatu cara apapun.”

Pekan lalu pemimpin-pemimpin di Komite Intelijen Senat – Richard Burr dari Partai Republik dan Mark Warner dari Partai Demokrat – dalam pernyataan bersama mengatakan ‘’berdasarkan informasi yang ada, kami tidak melihat adanya indikasi bahwa Trump Tower telah menjadi subyek penyadapan oleh elemen apapun dalam pemerintah Amerika, baik sebelum maupun setelah hari pemilu tahun 2016 lalu.”

Tuduhan penyadapan itu merupakan bagian dari penyelidikan yang lebih luas oleh FBI dan anggota-anggota Kongres terkait informasi dari komunites intelijen bahwa Rusia telah ikut mencampuri pemilu guna membantu mengalahkan penantang Trump dari Partai Demokrat, yaitu mantan menteri luar negeri Hillary Clinton.

Tim penyelidik mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan peretasan komputer di Komite Nasional Partai Demokrat. Kelompok anti-kerahasiaan WikiLeaks kemudian merilis ribuan email dari arsip Ketua Tim Kampanye Clinton – John Podesta – sebulan sebelum pemilu, menunjukkan hal-hal memalukan dan upaya di balik layar yang dilakukan Partai Demokrat untuk memenangkan Clinton dalam nominasi calon presiden partai tersebut.

Tetapi pemerintah Trump menyangkal bahwa tim kampanyenya berkolusi dengan pejabat-pejabat Rusia dalam serangan dunia maya itu. [em]