Para pejabat senior pemerintahan Obama membela tanggapan mereka terhadap permintaan dari Perancis untuk membantu operasi militer mereka di Mali.
WASHINGTON DC —
Pada bulan Januari, serangan pasukan Perancis dan Mali menghalau kelompok-kelompok Islam dari kubu mereka di Mali utara. Para militan telah menguasai banyak kota tahun lalu, memberlakukan hukum Islam yang ketat di daerah itu, dan menimbulkan kekhawatiran wilayah itu bisa menjadi basis terorisme internasional.
Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR, Ed Royce, dari Partai Republik, memuji Prancis untuk mengambil tindakan tegas, dan menyalahkan pemerintahan Demokrat Presiden Barack Obama untuk tidak menanggapi cepat permintaan bantuan dari Paris.
“Ketika Prancis meminta bantuan Amerika, pemerintah Amerika lambat dalam menjawab permintaan sekutu kita. Tampaknya birokrasi memperlambat kecepatan kita dalam memberi dukungan,” kata Royce.
Tapi para pejabat tinggi Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan bersaksi di sidang membela tanggapan Amerika itu. Asisten Menteri Luar Negeri Johnnie Carson, merinci dukungan Amerika.
“Amerika sangat mendukung upaya-upaya Perancis dan telah terlibat aktif untuk membantu Perancis di Mali. Sampai tanggal 13 Februari, kami telah melakukan 22 misi pengisian-ulang bahan bakar,” kata Carson.
Carson mengatakan Angkatan Udara Amerika juga telah 43 kali mengerahkan pesawat jenis C-17 mendukung personel militer Perancis dan Chad, memberikan suplai perlengkapan dan peralatan dan bantuan intelejen.
Brad Sherman dari Fraksi Demokrat di Dewan mengatakan Amerika tidak dapat dan seharusnya tidak selalu menjadi ujung-tombak dalam memerangi teroris di seluruh dunia.
“Tapi faktanya adalah, kita perlu sekutu dan kita tidak bisa selalu berada di depan memimpin dalam setiap konflik. Dalam kasus ini, kita berada di belakang, dan kita harus berdiri di belakang Perancis dan mendukung upaya mereka di Mali,” kata Sherman.
Perancis mulai mengurangi misinya, karena tentara Afrika Barat telah masuk ke Mali. PBB sedang mempertimbangkan rencana untuk mengambil kendali pasukan perdamaian internasional di negara itu.
Tapi Royce memperingatkan bahwa sampai saat ini ia khawatir perdamaian tidak bisa dipertahankan lagi di Mali, dan mengatakan apa yang dibutuhkan sekarang adalah kekuatan-kekuatan tempur yang tangguh seperti Legiun Asing Prancis.
Asisten Menteri Luar Negeri Carson mengatakan transisi dari pasukan Afrika Barat kepada pasukan penjaga perdamaian PBB tidak akan tergesa-gesa atau prematur, tetapi perencanaan lebih lanjut adalah penting.
Carson juga memperingatkan bahwa masalah Mali sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan dengan intervensi militer saja. Dia mengatakan bahwa upaya perdamaian harus disertai dengan pemilu demokratis di Mali, bebas dari intimidasi dan gangguan. Carson menjanjikan dukungan jangka panjang Amerika untuk perdamaian dan stabilitas di Mali.
Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR, Ed Royce, dari Partai Republik, memuji Prancis untuk mengambil tindakan tegas, dan menyalahkan pemerintahan Demokrat Presiden Barack Obama untuk tidak menanggapi cepat permintaan bantuan dari Paris.
“Ketika Prancis meminta bantuan Amerika, pemerintah Amerika lambat dalam menjawab permintaan sekutu kita. Tampaknya birokrasi memperlambat kecepatan kita dalam memberi dukungan,” kata Royce.
Tapi para pejabat tinggi Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan bersaksi di sidang membela tanggapan Amerika itu. Asisten Menteri Luar Negeri Johnnie Carson, merinci dukungan Amerika.
“Amerika sangat mendukung upaya-upaya Perancis dan telah terlibat aktif untuk membantu Perancis di Mali. Sampai tanggal 13 Februari, kami telah melakukan 22 misi pengisian-ulang bahan bakar,” kata Carson.
Carson mengatakan Angkatan Udara Amerika juga telah 43 kali mengerahkan pesawat jenis C-17 mendukung personel militer Perancis dan Chad, memberikan suplai perlengkapan dan peralatan dan bantuan intelejen.
Brad Sherman dari Fraksi Demokrat di Dewan mengatakan Amerika tidak dapat dan seharusnya tidak selalu menjadi ujung-tombak dalam memerangi teroris di seluruh dunia.
“Tapi faktanya adalah, kita perlu sekutu dan kita tidak bisa selalu berada di depan memimpin dalam setiap konflik. Dalam kasus ini, kita berada di belakang, dan kita harus berdiri di belakang Perancis dan mendukung upaya mereka di Mali,” kata Sherman.
Perancis mulai mengurangi misinya, karena tentara Afrika Barat telah masuk ke Mali. PBB sedang mempertimbangkan rencana untuk mengambil kendali pasukan perdamaian internasional di negara itu.
Tapi Royce memperingatkan bahwa sampai saat ini ia khawatir perdamaian tidak bisa dipertahankan lagi di Mali, dan mengatakan apa yang dibutuhkan sekarang adalah kekuatan-kekuatan tempur yang tangguh seperti Legiun Asing Prancis.
Asisten Menteri Luar Negeri Carson mengatakan transisi dari pasukan Afrika Barat kepada pasukan penjaga perdamaian PBB tidak akan tergesa-gesa atau prematur, tetapi perencanaan lebih lanjut adalah penting.
Carson juga memperingatkan bahwa masalah Mali sangat kompleks dan tidak dapat diselesaikan dengan intervensi militer saja. Dia mengatakan bahwa upaya perdamaian harus disertai dengan pemilu demokratis di Mali, bebas dari intimidasi dan gangguan. Carson menjanjikan dukungan jangka panjang Amerika untuk perdamaian dan stabilitas di Mali.