Setiap minggu pertama di bulan Agustus dirayakan sebagai “Pekan ASI Sedunia,” gerakan yang didukung oleh WHO, UNICEF, Kementerian Kesehatan dan mitra masyarakat madani untuk mendorong pentingnya kesehatan ibu dan bayi. Namun menjaga ketersediaan ASI eksklusif ibu pekerja menjadi tantangan ketika setengah miliar perempuan pekerja tidak didukung oleh regulasi hukum yang memadai, termasuk di Indonesia.
Larasati, ibu satu anak berusia hampir tiga tahun ini yang juga bekerja, mengenang kesulitan yang dihadapinya setiap hari ketika anaknya masih bayi dan sangat tergantung pada ASI (air susu ibu). Ia harus berjibaku, mengatur strategi untuk membagi waktu antara pekerjaannya sebagai wartawan dan ibu yang ingin tetap menyusui anaknya. Laras mengungkapkan kelegaannya ketika akhirnya “lulus” memberikan ASI.
"Kalau saya sebagai ibu anak satu dengan pekerjaan sebagai jurnalis di lapangan kan harus stand by 24 jam. Awalnya sempat kaget membagi waktu antara bekerja dan memberikan ASI pada anak. Alhamdulilalh stok ASI saya banyak dan melimpah. Saya menyediakan waktu untuk pumping (memompa.red) ASI dan menyimpan di cooler. Saya akhirnya bisa enjoy dan membagi waktu. Saya komitmen semua demi anak. Enam bulan lulus ASI eksklusif dan dua tahun masa menyusui ASI," ujar Laras kepada VOA, Rabu (9/8).
Your browser doesn’t support HTML5
Laras tidak dapat memungkiri peran besar lingkungan sekitarnya, terutama keluarga dan tempat bekerja, untuk menjaga komitmen memberikan ASI. "Saat di rumah mungkin lebih mudah, namun saat bekerja di lapangan itu yang perlu upaya lebih. Saat ada liputan urgent dan waktunya pumping ASI, saya mengandalkan teman perempuan saya untuk membantu,” ujarnya.
Ibu Bekerja Jadi Target Kampanye ASI
Menjaga ketersediaan ASI eksklusif dan waktu bekerja ibu menyusui menjadi catatan penting pemerintah. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr. Maria Endang Sumiwi mengatakan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif akan lebih mungkin mengalami kekurangan gizi dan risiko penyakit kronis.
“Inilah yang sangat ingin kita kampanyekan pada pekan ASI tahun ini yaitu mendukung ibu-ibu bekerja untuk terus menyusui karena pada umumnya kita cuma dapat cuti itu tiga bulan padahal lulus ASI eksklusif itu enam bulan,” kata Maria dalam diskusi daring bertajuk “Dukung Ibu Bekerja Terus Menyusui,” Selasa lalu (8/8).
Lebih lanjut dokter Maria Endang menyebut Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat menentukan keberhasilan pemberian air susu ibu atau ASI karena pemberian ASI eksklusif di usia 0-24 bulan dapat menurunkan risiko obesitas dan diabetes saat anak beranjak dewasa.
“ASI mengandung antibodi sehingga bisa membantu melawan infeksi dan mencegah penyakit tidak menular pada saat dewasa, karena risiko obesitas atau penyakit yang disebabkan oleh obesitas seperti diabetes bisa turun kalau minum ASI,” jelasnya.
PBB: Setengah Miliar Perempuan Bekerja Tak Didukung Regulasi Perlindungan Maternitas
PBB melaporkan bahwa lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak didukung oleh regulasi hukum tentang perlindungan maternitas. Hanya 20 persen negara di dunia, termasuk Indonesia, yang mewajibkan pemberi kerja untuk menyediakan cuti melahirkan dalam tanggungan, dan fasilitas untuk menyusui atau memompa ASI. Walhasil kurang dari separuh bayi di bawah usia enam bulan yang mendapat ASI eksklusif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, ada 52,74 juta atau 38,98 persen perempuan pekerja di Indonesia. Ini mencakup tenaga usaha penjualan, pertanian, pekerja kasar, profesional, hingga kepemimpinan dan ketatalaksanaan. Aturan Pemerintah juga mengharuskan pemberian masa cuti melahirkan bagi pekerja perempuan yang hamil hingga tiga bulan.
Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan dilanjutkan hingga dua tahun dengan pemberian makanan tambahan pendamping ASI atau (MPASI). Hanya saja, terjadi penurunan pemberian ASI eksklusif pada anak di usia tiga bulan, yang tampaknya berkorelasi dengan rentang masa cuti melahirkan yang ada dalam peraturan pemerintah.
Seluruh Puskesmas yang tersebar di Indonesia saat ini sudah dilengkapi dengan pemberian materi Kesehatan Ibu dan Anak KIA, termasuk edukasi tentang ASI. Kader Posyandu di tingkat RT/RW juga sudah dilatih materi tentang ASI bagi ibu menyusui.
"Kita mungkin belum belum banyak sekali untuk konselor. Saya kira-kira mungkin kita punya sekitar 3.000-an konselor untuk seluruh Indonesia," ujar dr. Maria.
Pekan ASI Sedunia tahun ini mengangkat tema global “Enabling Breastfeeding: Making a Difference for Working Parents” atau “Memungkinkan Pemberian ASI : Membuat Perbedaan Bagi Orang Tua Bekerja.” Sementara tema nasional yang diangkat Kementerian Kesehatan adalah “Dukung Ibu Bekerja Terus Menyusui” dengan dua slogan “Ibu Bekerja Tetap Menyusui Pasti Bisa” dan “Bantu Ibu Bekerja Tetap Menyusui”. [ys/em]