Serangkaian kasus diajukan ke Kejaksaan Federal yang memperlihatkan konsekuensi dari ketegangan geo politik terhadap warga negara biasa, ketika China yang tidak mentolerir pembangkangan dan semakin mengancam warganya yang mengungkapkan penentangan ribuan kilometer dari tanah air mereka.
Tren dari China mengintimidasi pembangkang disebut represi transnasional, dan pejabat AS mengatakan kasus semacam ini meningkat.
Bob Fu adalah seorang pendeta Kristen, warga Amerika keturunan Tionghoa dan organisasinya ChinaAid melakukan advokasi bagi kebebasan beragama di China.
“Khususnya sejak 2020, Partai Komunis China menggalakkan berbagai bentuk represi trans nasional terhadap saya dan keluarga saya,” jelasnya.
BACA JUGA: Kelompok HAM: China Berlakukan 'Hukuman Kolektif' terhadap Keluarga AktivisFu mengatakan dia mengalami gangguan yang berdampak luas selama bertahun-tahun. Demonstran dalam jumlah besar berkumpul selama berhari-hari di luar rumahnya di Texas barat dan melakukan apa yang diduganya merupakan aksi yang terkoordinasi secara baik dengan pemerintah China.
Ada juga pemesanan kamar hotel palsu yang mengatasnamakan dirinya disertai laporan ancaman bom palsu kepada polisi. Laporannya menyatakan bahwa Fu bermaksud meledakkan bom.
Brosur-brosur yang menggambarkan dirinya sebagai setan telah dibagi-bagikan kepada tetangganya. Kata Fu, dia kini selalu mengambil langkah pengamanan kalau melakukan perjalanan.
“Saya tidak merasa aman sepenuhnya, agen-agen partai komunis semakin berani. Lihat apa yang terjadi ketika KTT APEC berlangsung di San Francisco. Banyak pemrotes Hong Kong, Tibet, Uighur, diperlakukan dengan kejam dan dipukuli oleh preman yang diorganisasi oleh konsulat atau kedutaan China.,” kata Bob Fu.
Wu Jianmin, mantan pemimpin mahasiswa dari gerakan pro demokrasi pada 1989 di China, juga menjadi sasaran oleh sekelompok pengunjuk rasa di luar rumahnya di Irvine, California, pada 2020.
“Mereka memotret dan membuat video di depan rumah saya setiap hari, dan mereka menyebarluaskan alamat kami di Internet. Semua itu menyebabkan ancaman besar terhadap keselamatan dari anggota-anggota keluarga saya,” komentarnya.
Akhirnya Wu dan keluarganya memutuskan untuk pindah dari California ke Washington DC pada akhir 2020.
Tren itu semakin mengkhawatirkan pada saat ketegangan dengan China meningkat seputar isu perdagangan, pencurian kekayaan intelektual, dan campur tangan dalam pemilihan.
Kedutaan Besar China di Washington membantah China terlibat dalam praktik seperti itu dan dalam sebuah pernyataan mengatakan “pemerintah China mematuhi hukum internasional.”
Namun, pejabat AS mengatakan China menciptakan program yang disebut “operation fox hunt” atau “operasi memburu serigala” dan merupakan prakarsa untuk melacak ekspatriat China yang oleh Beijing hendak dituntut. Sasarannya adalah memaksa mereka pulang dan diadili.
Tahun lalu, Kejaksaan Federal telah menuntut puluhan petugas di kepolisian nasional China yang menggunakan media sosial untuk menarget pembangkang China di AS, dan menangkap dua laki-laki yang menurut penegak hukum AS membantu mendirikan sebuah pos polisi rahasia China di daerah Chinatown di Manhattan, New York.
Your browser doesn’t support HTML5
Setahun sebelumnya, jaksa federal telah menuntut lima laki-laki, termasuk seorang detektif New York yang sudah pensiun, karena melakukan persekongkolan untuk membungkam para pembangkang China yang tinggal di AS.
Korban gangguan lainnya adalah penari seluncur Amerika, Alysa Liu dan ayahnya, Arthur, seorang pelarian politik yang menurut penuntut diintai oleh seorang laki-laki yang menyamar sebagai anggota komite Olimpiade dan menanyakan informasi tentang paspor mereka. [jm/lt]