Studi terbaru menunjukkan bahwa batasan hukum dan tekanan sosial terhadap agama telah meningkat di seluruh dunia.
Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan Kamis (20/9) menunjukkan bahwa batasan hukum dan tekanan sosial terhadap agama telah meningkat sampai pada suatu titik di mana tiga perempat penduduk dunia ada dalam situasi di mana praktik keagamaan mereka dibatasi dalam beberapa hal.
Pembatasan terhadap agama, mulai dari larangan terhadap menara mesjid di Swiss sampai serangan kelompok Islam terhadap gereja, meningkat di wilayah-wilayah besar dunia selama penelitian yang dilakukan dari pertengahan 2009 sampai pertengahan 2010 oleh Forum Pew untuk Agama dan Kehidupan Publik.
Islam dan Kristiani, dua agama terbesar di dunia, menghadapi ancaman terbesar dari pemerintah dan kelompok atau individual, menurut studi tersebut.
Mesir, Indonesia, Rusia, Burma, Iran, Vietnam, Pakistan, India, Bangladesh dan Nigeria merupakan negara-negara dengan pembatasan paling banyak terhadap agama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, pada 2010.
“Gelombang pembatasan agama yang meningkat menyebar di seluruh dunia antara pertengahan 2009 sampai pertengahan 2010,” menurut laporan survei setebal 86 halaman tersebut.
Pembatasan tersebut meningkat bahkan di Amerika dan sub-Sahara Afrika, di mana batasan-batasan dalam mempraktikkan agama telah menurun sebelumnya. Pembatasan tersebut terjadi paling banyak di Timur Tengah dan Afrika Selatan.
“Karena pembatasan paling besar terjadi di negara-negara yang sangat padat penduduknya, tiga perempat dari populasi dunia yang mencapai sekitar 7 miliar orang tinggal di negara-negara dengan pembatasan dari pemerintah yang tinggi untuk agama, atau kebencian yang melibatkan agama, naik dari 70 persen setahun sebelumnya,” tulis survei tersebut.
Pew, pusat penelitian ilmu sosial di Washington, menyatakan bahwa studi tersebut bertujuan memberikan ukuran jelas dari pembatasan di seluruh dunia, namun tidak berupaya mengevaluasi atau menganalisa alasan-alasan mengapa hal tersebut timbul selama periode penelitian.
Amerika Serikat naik peringkatnya dari rendah menjadi sedang dalam hal pembatasan tersebut, karena sejumlah narapidana dilarang mempraktikkan agamanya, batasan atas ijin rumah ibadah meningkat dan serangan terkait agama juga bertambah.
Pew mencatat bahwa “kenaikan pesat dalam serangan teroris terkait agama” termasuk pembunuhan 13 orang di Fort Hood, Texas, percobaan “pengeboman baju dalam” pada 2009 dan percobaan pengeboman yang gagal di Times Square, New York, pada 2010.
Studi tersebut melihat hubungan antara pembatasan oleh pemerintah dalam mempraktikkan agama tertentu dan permusuhan sosial kepada pemeluk agama tersebut, terutama jika kebijakan resmi memihak salah satu agama tertentu.
“Kebencian atau permusuhan sosial terkait agama sangat rendah di negara-negara dimana pemerintah tidak mengganggu atau mengintimidasi kelompok agama (dan) peraturan dan kebijakan nasional melindungi kebebasan beragama,” ungkap survei tersebut.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa umat Kristiani diganggu/diancam oleh pemerintah dan kelompok sosial di 111 negara pada 2010, umat Muslim di 90 negara dan umat Yahudi di 68 negara. Gangguan terjadi di 16 negara untuk pemeluk agama Hindu dan 15 negara untuk pemeluk Budhisme. (Reuters)
Pembatasan terhadap agama, mulai dari larangan terhadap menara mesjid di Swiss sampai serangan kelompok Islam terhadap gereja, meningkat di wilayah-wilayah besar dunia selama penelitian yang dilakukan dari pertengahan 2009 sampai pertengahan 2010 oleh Forum Pew untuk Agama dan Kehidupan Publik.
Islam dan Kristiani, dua agama terbesar di dunia, menghadapi ancaman terbesar dari pemerintah dan kelompok atau individual, menurut studi tersebut.
Mesir, Indonesia, Rusia, Burma, Iran, Vietnam, Pakistan, India, Bangladesh dan Nigeria merupakan negara-negara dengan pembatasan paling banyak terhadap agama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, pada 2010.
“Gelombang pembatasan agama yang meningkat menyebar di seluruh dunia antara pertengahan 2009 sampai pertengahan 2010,” menurut laporan survei setebal 86 halaman tersebut.
Pembatasan tersebut meningkat bahkan di Amerika dan sub-Sahara Afrika, di mana batasan-batasan dalam mempraktikkan agama telah menurun sebelumnya. Pembatasan tersebut terjadi paling banyak di Timur Tengah dan Afrika Selatan.
“Karena pembatasan paling besar terjadi di negara-negara yang sangat padat penduduknya, tiga perempat dari populasi dunia yang mencapai sekitar 7 miliar orang tinggal di negara-negara dengan pembatasan dari pemerintah yang tinggi untuk agama, atau kebencian yang melibatkan agama, naik dari 70 persen setahun sebelumnya,” tulis survei tersebut.
Pew, pusat penelitian ilmu sosial di Washington, menyatakan bahwa studi tersebut bertujuan memberikan ukuran jelas dari pembatasan di seluruh dunia, namun tidak berupaya mengevaluasi atau menganalisa alasan-alasan mengapa hal tersebut timbul selama periode penelitian.
Amerika Serikat naik peringkatnya dari rendah menjadi sedang dalam hal pembatasan tersebut, karena sejumlah narapidana dilarang mempraktikkan agamanya, batasan atas ijin rumah ibadah meningkat dan serangan terkait agama juga bertambah.
Pew mencatat bahwa “kenaikan pesat dalam serangan teroris terkait agama” termasuk pembunuhan 13 orang di Fort Hood, Texas, percobaan “pengeboman baju dalam” pada 2009 dan percobaan pengeboman yang gagal di Times Square, New York, pada 2010.
Studi tersebut melihat hubungan antara pembatasan oleh pemerintah dalam mempraktikkan agama tertentu dan permusuhan sosial kepada pemeluk agama tersebut, terutama jika kebijakan resmi memihak salah satu agama tertentu.
“Kebencian atau permusuhan sosial terkait agama sangat rendah di negara-negara dimana pemerintah tidak mengganggu atau mengintimidasi kelompok agama (dan) peraturan dan kebijakan nasional melindungi kebebasan beragama,” ungkap survei tersebut.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa umat Kristiani diganggu/diancam oleh pemerintah dan kelompok sosial di 111 negara pada 2010, umat Muslim di 90 negara dan umat Yahudi di 68 negara. Gangguan terjadi di 16 negara untuk pemeluk agama Hindu dan 15 negara untuk pemeluk Budhisme. (Reuters)