Di tengah konflik yang sedang berlangsung di Sudan, pertemuan tatap muka yang sangat dinanti-nantikan antara komandan tertinggi Angkatan Bersenjata Sudan yang bertikai dan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces) paramiliter ditunda karena "alasan teknis", demikian diumumkan Kementerian Luar Negeri Djibouti pada Rabu (27/12).
Pertemuan yang difasilitasi oleh Otoritas Antar-Pemerintah untuk Pembangunan, badan kawasan di Asia Timur, dijadwalkan berlangsung pada Kamis (28/12) di Djibouti.
Pertemuan ini akan menandai pertemuan langsung pertama antara kepala militer Jenderal Abdel-Fattah Burhan dan Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, Komandan RSF, sejak konflik Sudan meletus lebih dari delapan bulan yang lalu.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada negara-negara anggota IGAD pada Rabu, Djibouti mengatakan pertemuan yang dijadwalkan pada 28 Desember 2023 ditunda hingga awal Januari 2024 karena alasan teknis, dan berjanji bahwa tanggal pastinya akan "dikomunikasikan pada waktunya."
Menurut perkiraan PBB, perang di Sudan telah menghancurkan separuh dari negara di timur laut Afrika itu dan menewaskan lebih dari 10.000 orang tewas dan memaksa tujuh juta orang mengungsi.
Kemenangan militer RSF baru-baru ini di berbagai wilayah Sudan, termasuk Darfur dan negara bagian Jazeera, telah menambah kerumitan dalam proses perdamaian. Kementerian Luar Negeri Sudan telah merilis sebuah pernyataan pada hari Rabu yang mengutip sebuah memorandum dari Djibouti yang mengindikasikan bahwa pemimpin RSF "tidak dapat mencapai Djibouti untuk menghadiri pertemuan yang telah dijadwalkan...karena alasan teknis." Kementerian tersebut mengklarifikasi bahwa koordinasi akan dilanjutkan untuk pertemuan pada bulan Januari.
Berbicara kepada VOA melalui WhatsApp, penasihat RSF Yousif Izzat sebelumnya menepis klaim kementerian itu sebagai "berita palsu" dan membantah adanya masalah teknis di pihak RSF. Izzat menegaskan "komandan RSF setuju untuk bertemu, dan pada Rabu ini ia akan ke luar Khartoum menuju wilayah tersebut."
Sementara itu, Dagalo menyoroti kunjungannya pada Rabu ke Uganda di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Dagalo mengatakan bahwa ia mendiskusikan "perkembangan di Sudan dan penderitaan rakyat Sudan," dengan Presiden Uganda Yoweri Museveni, dan menyampaikan apa yang ia katakan sebagai visinya untuk melakukan negosiasi, mengakhiri perang, dan membangun kembali negara Sudan.
BACA JUGA: UNICEF: Pertempuran Meluas di Sudan, 150 Ribu Anak MengungsiMantan Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok pada Senin (25/12) mengirimkan surat resmi kepada para jenderal yang bertikai untuk melangsungkan "pertemuan mendesak guna berkonsultasi mengenai cara-cara yang efektif untuk menghentikan perang."
Hamdok menekankan dampak konflik yang menghancurkan terhadap warga Sudan, termasuk hilangnya nyawa, pengungsian, dan kehancuran infrastruktur, serta menyoroti ancaman yang sedang berlangsung terhadap stabilitas negara. Dagalo mengakui menerima surat Hamdok "dengan rasa urgensi dan tanggung jawab," dan menyatakan keinginannya untuk mengadakan pertemuan dan menyambut "semua inisiatif nasional yang bertujuan untuk mendorong perdamaian dan mengurangi penderitaan yang diakibatkan oleh perang ini." [em/ah]