Dokter Hisbullah, relawan kesehatan dari Universitas Hasanuddin, Makassar, hampir setiap hari meminta bantuan relawan untuk memindahkan mayat dari halaman rumah sakit Undata di Palu.
Di laman Facebooknya, Hisbullah mengatakan deretan mayat dalam kantong itu berpotensi mendatangkan penyakit. Selain itu, mayat juga memenuhi halaman rumah sakit yang dipakai untuk merawat pasien. Mayoritas pasien tidak bersedia dirawat di dalam ruangan karena trauma gempa susulan.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kami mencium bau busuk sepanjang hari di seluruh area rumah sakit, belum ada nafsu makan karena semuanya masih mual-mual. Lalat-lalat dari mayat yang sudah mencair mulai banyak mengerubuti luka pasien dan makanan kami,” kata Hisbullah di laman media sosialnya.
Hisbullah juga mengatakan banyak pihak sudah membantu mengurus mayat. Personel TNI dan SAR setiap malam mengambil mayat dengan tiga buah truk. Namun mayat baru terus datang, sehingga meskipun petugas melakukan upaya pembersihan, penumpukan masih terus terjadi.
Dokter forensik yang bertugas melakukan pemeriksaan mayat memang kurang jumlahnya. Sebagian masih dalam perjalanan, sebagian lagi baru akan berangkat. Seperti dr Lipur Riyantiningtyas, SpF, dokter forensik dari Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, yang berangkat ke Palu, Rabu (3/10) sore. Kepada VOA, Lipur mengatakan, sebenarnya ada cukup banyak dokter forensik yang bersedia ke Sulawesi Tengah dari berbagai daerah. Masalahnya, mereka terkendala transportasi.
Lipur mengatakan, biasanya pada hari ke-lima kematian, mayat sudah mulai mengalami pembusukan lanjut. Apakah berbahaya bagi manusia atau tidak, tergantung pada korban sendiri. Jika dia sehat ketika hidup, risiko dapat ditekan. Namun, jika korban memiliki penyakit tertentu ketika hidup, maka bisa terjadi penularan kepada masyarakat atau relawan yang melakukan evakuasi.
“Kalau buat relawan yang menolong mengangkat jenazah, saya berharap mereka memakai alat pelindung diri yang benar. Harus memakai sepatu boots, harus memakai apron, sarung tangan, memakai masker. Tolong digunakan dengan benar. Kita tidak sekadar maju tanpa mempertimbangkan faktor keamanan bagi kita sendiri,” kata dr Lipur Riyantiningtyas.
Idealnya, lanjut Lipur, mayat korban yang ditemukan dikumpulkan di satu lokasi untuk diidentifikasi. Lokasi ini sebaiknya memiliki fasilitas untuk memperlambat pembusukan mayat. Selain itu, sebaiknya mayat tidak berada di dekat rumah sakit atau pusat layanan kesehatan lain, agar tidak menimbulkan dampak bagi pasien. Apalagi jika proses identifikasi lambat dilakukan dan mayat cenderung dibiarkan.
Identifikasi korban bencana menggunakan prosedur yang lebih sederhana, tidak seperti otopsi. Meskipun begitu, proses ini sangat penting dilakukan. Lipur menyarankan agar masyarakat tidak begitu saja memakamkan korban tanpa identifikasi. Proses identifikasi penting untuk mencatat data-data seperti jenis kelamin, perkiraan usia, ras, dan catatan penting lain. Data ini kemudian dapat disesuaikan dengan data orang hilang.
“Identifikasi ini penting juga agar dokter bisa membuat surat kematian ketika dibutuhkan. Pengalaman dari bencana gempa di Yogyakarta dulu, ketika tidak ada identifikasi dokter tidak bisa membuat surat kematian. Padahal surat itu dibutuhkan untuk syarat, misalnya pengurusan warisan atau pernikahan. Jadi dampaknya bisa panjang jika tanpa identifikasi,” lanjut Lipur.
Palang Merah Indonesia (PMI) hingga hari Rabu (3/10) terus melakukan upaya evakuasi mayat korban dari reruntuhan di berbagai titik. PMI telah mengerahkan sumber daya yang ada, baik manusia maupun peralatan untuk memaksimalkan upaya ini. Di samping itu, PMI juga terus menyalurkan bantuan logistik dan memperbaiki layanan kesehatan.
BACA JUGA: Korban Tewas Gempa Sulteng Capai 1.407 Orang, Bantuan Masih LambatArifin Muhammad Hadi dari PMI Pusat kepada VOA mengaku mengetahui apa yang terjadi di sejumlah rumah sakit di Palu, di mana mayat menumpuk. Tetapi dia menjanjikan bahwa upaya maksimal dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu caranya, kata Arifin, adalah menghindari penambahan mayat di rumah sakit, dengan identifikasi di lokasi penemuan mayat.
“Apalagi karena kondisinya sudah membusuk. Secepatnya ditemukan, diidentifikasi, langsung dimakamkan. Kalau dibiarkan di tempat terbuka, lalu terkontaminasi, apalagi di dekat rumah sakit, yang merawat pasien yang luka terbuka bisa mempengaruhi proses penyembuhan. Kalau bisa diidentifikasi di lokasi, tidak perlu dikumpulkan di rumah sakit atau Puskesmas sehingga bisa langsung dimakamkan setelah dipertemukan dengan keluarganya. Kalau ini bisa dilakukan, maka pemulihan akan lebih cepat,” kata Arifin Muhammad Hadi.
BACA JUGA: Jokowi Kembali ke Palu Sementara Jumlah Koban Tewas MeningkatSelain pada evakuasi jenazah, PMI juga fokus kepada penyintas. Menggunakan kapal milik Ketua PMI, Jusuf Kalla, lembaga ini telah mengirim logistik dalam jumlah besar melalui pelabuhan. “Yang hidup jangan sampai sakit. Penyintas perlu kebutuhan dasar. Makanan dan air menjadi prioritas,” lanjut Arifin.
PMI juga merekomendasikan agar sumber air yang sudah terkontaminasi mayat tidak digunakan. Apalagi, mayat yang sudah membusuk dan mengeluarkan cairan, dan mengalir tanpa dapat dicegah. PMI meminta masyarakat yang menemukan mayat agar memahami cara evakuasi dan memakai peralatan pelindung standar. Jika tidak memiliki alat pelindung, sebaiknya menghubungi tim relawan yang biasanya selalu mengenakan alat tersebut.
Terkait dengan identitas korban, PMI dan Palang Merah Internasional telah menyediakan layanan Restoring Family Links. Layanan yang dibuka mulai 2 Oktober 2018 ini, dapat diakses dengan mendaftarkan permintaan secara mandiri, melalui tautan ini: https://familylinks.icrc.org
Bagi mereka yang selamat dalam bencana di Sulawesi Tengah, dipersilakan mendaftarkan diri pada bagian "Selamat". PMI juga menyarankan penyintas untuk memeriksa database "Orang yang dicari" karena ada kemungkinan mereka sedang dicari oleh keluarganya. Bagi mereka yang mencari anggota keluarga bisa mengisi bagian "Orang yang dicari". Dengan proses ini, database orang yang dicari dapat terus dipantau dan bukan tidak mungkin mereka yang saling mencari akan menemukannya dalam daftar. [ns/uh]