Untuk mempercepat pembangunan provinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang rencana pembangunan jalan trans Papua–Papua Barat.
JAKARTA —
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 40/2013 tentang rencana pembangunan Jalan Strategis Nasional Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (P4B), untuk mempercepat pembangunan provinsi Papua dan Papua Barat.
Rencana pembangunan itu mencakup 40 jalan nasional dan 15 jalan lainnya, untuk membuka akses ke dua provinsi yang relatif terisolasi tersebut.
Juru bicara Unit Percepatan Pembangunan Papua – Papua Barat (UP4B) Amiruddin Al Rahab mengatakan, peraturan yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Mei 2013 lalu itu bertujuan membenahi masalah sosial ekonomi masyarakat.
“Jalan Trans Papua-Papua Barat ini kita bangun adalah untuk membuka isolasi wilayah. Kalau isolasi ini terbuka tentu banyak dampak lanjutannya ya. Baik secara ekonomi maupun kesejahteraan rakyat itu. Kita berharap ini menimbulkan multiple effect untuk membenahi masalah-masalah ekonomi sosial masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah, menurut Amiruddin, menugaskan UP4B untuk mengoordinasikan pembangunan jalan ini dengan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum melalui dinas Pekerjaan Umum Papua dan pihak TNI melalui kesatuan Zeni Konstruksi untuk membangun ruas-ruas jalan tertentu. Total anggaran yang disiapkan untuk proyek pembangunan 40 jalan nasional dan 15 jalan tertentu Papua – Papua Barat ini berkisar Rp 1 triliun, ujarnya.
Amiruddin menambahkan, pelaksanaan pembangunan jalan ini sebagaimana dimaksud menurut Perpres ini, dilakukan secara bertahap berdasarkan skala prioritas yang disusun oleh UP4B.
Pemerhati masalah Papua Marten Go mengatakan ia khawatir pembangunan jalan trans Papua – Papua Barat ini justru akan semakin memarginalkan masyarakat adat.
“Logikanya semakin jalan terbuka maka akan membuat banyak orang datang masuk. Dengan banyak jalan terbuka, orang banyak masuk, otomatis masyarakat adat semakin terpojokkan, marginalisasi yang besar. Karena masyarakat adat tidak mampu untuk bersaing dengan para investor dari luar daerah Papua yang sudah memiliki kekuatan modal,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Partai Golkar daerah pemilihan Papua, Yorris Raweyai mengatakan, pemerintah terkesan menyelesaikan persoalan di tanah Papua dengan membuat peraturan yang justru bertentangan dengan substansi penyelesaian yang sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
“Kenapa sih kita membuat peraturan-peraturan atau regulasi baru yang justru bertentangan dengan substansi daripada penyelesaian Papua itu yang kita sudah sepakati bersama-sama yaitu melalui Otsus," ujarnya.
"Nah ini yang selalu kami dorong agar pemerintah ada kemauan politik untuk menyelesaikan Papua dengan mengimplementasikan otsus secara konsisten. Karena yang namanya bangun jalan pemberdayaan ekonomi rakyat, itu sudah ada di otsus. Jadi jangan kita keluar lagi dengan membuat regulasi-regulasi baru yang justru bertentangan dengan otsus. Ini saya pikir akan mendapat resistensi dari masyarakat dan dari tokoh-tokoh adat,” ujarnya.
Yoris Raweyai yang juga salah satu Ketua Dewan Adat Papua menambahkan, didalam otsus itu ditegaskan, agar segera dilakukan pelurusan sejarah Papua, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, serta pembentukan pengadilan hak asasi manusia.
Yang kedua, menurut Yoris, otsus juga mengatur tentang peningkatan pendidikan, kesehatan, pembangunan jalan dan infrastruktur dan ekonomi kerakyatan masyarakat adat Papua. Otsus ini tegas Yoris, sudah berjalan 13 tahun namun hingga kini belum ada yang direalisasikan dari otsus itu.
Rencana pembangunan itu mencakup 40 jalan nasional dan 15 jalan lainnya, untuk membuka akses ke dua provinsi yang relatif terisolasi tersebut.
Juru bicara Unit Percepatan Pembangunan Papua – Papua Barat (UP4B) Amiruddin Al Rahab mengatakan, peraturan yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Mei 2013 lalu itu bertujuan membenahi masalah sosial ekonomi masyarakat.
“Jalan Trans Papua-Papua Barat ini kita bangun adalah untuk membuka isolasi wilayah. Kalau isolasi ini terbuka tentu banyak dampak lanjutannya ya. Baik secara ekonomi maupun kesejahteraan rakyat itu. Kita berharap ini menimbulkan multiple effect untuk membenahi masalah-masalah ekonomi sosial masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah, menurut Amiruddin, menugaskan UP4B untuk mengoordinasikan pembangunan jalan ini dengan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum melalui dinas Pekerjaan Umum Papua dan pihak TNI melalui kesatuan Zeni Konstruksi untuk membangun ruas-ruas jalan tertentu. Total anggaran yang disiapkan untuk proyek pembangunan 40 jalan nasional dan 15 jalan tertentu Papua – Papua Barat ini berkisar Rp 1 triliun, ujarnya.
Amiruddin menambahkan, pelaksanaan pembangunan jalan ini sebagaimana dimaksud menurut Perpres ini, dilakukan secara bertahap berdasarkan skala prioritas yang disusun oleh UP4B.
Pemerhati masalah Papua Marten Go mengatakan ia khawatir pembangunan jalan trans Papua – Papua Barat ini justru akan semakin memarginalkan masyarakat adat.
“Logikanya semakin jalan terbuka maka akan membuat banyak orang datang masuk. Dengan banyak jalan terbuka, orang banyak masuk, otomatis masyarakat adat semakin terpojokkan, marginalisasi yang besar. Karena masyarakat adat tidak mampu untuk bersaing dengan para investor dari luar daerah Papua yang sudah memiliki kekuatan modal,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Partai Golkar daerah pemilihan Papua, Yorris Raweyai mengatakan, pemerintah terkesan menyelesaikan persoalan di tanah Papua dengan membuat peraturan yang justru bertentangan dengan substansi penyelesaian yang sebetulnya sudah diatur dalam Undang-Undang No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
“Kenapa sih kita membuat peraturan-peraturan atau regulasi baru yang justru bertentangan dengan substansi daripada penyelesaian Papua itu yang kita sudah sepakati bersama-sama yaitu melalui Otsus," ujarnya.
"Nah ini yang selalu kami dorong agar pemerintah ada kemauan politik untuk menyelesaikan Papua dengan mengimplementasikan otsus secara konsisten. Karena yang namanya bangun jalan pemberdayaan ekonomi rakyat, itu sudah ada di otsus. Jadi jangan kita keluar lagi dengan membuat regulasi-regulasi baru yang justru bertentangan dengan otsus. Ini saya pikir akan mendapat resistensi dari masyarakat dan dari tokoh-tokoh adat,” ujarnya.
Yoris Raweyai yang juga salah satu Ketua Dewan Adat Papua menambahkan, didalam otsus itu ditegaskan, agar segera dilakukan pelurusan sejarah Papua, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, serta pembentukan pengadilan hak asasi manusia.
Yang kedua, menurut Yoris, otsus juga mengatur tentang peningkatan pendidikan, kesehatan, pembangunan jalan dan infrastruktur dan ekonomi kerakyatan masyarakat adat Papua. Otsus ini tegas Yoris, sudah berjalan 13 tahun namun hingga kini belum ada yang direalisasikan dari otsus itu.