Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyelesaikan proses ekstradisi terhadap buronan pelaku pembobolan Bank BNI, Maria Pauline Lumowa dari Serbia, Yasonna menyebut ekstradisi ini dapat dilakukan karena ada komitmen dari pemerintah Serbia meski tidak terikat perjanjian ekstradisi.
Hal ini juga merupakan timbal balik dari kebijakan Indonesia yang mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.
BACA JUGA: ICW Dorong KPK Adili Sjamsul Nursalim dan Istri Secara In Absentia"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan,” kata Yasonna dalam keterangan pers kepada wartawan, Kamis (9/7/2020).
Yasonna memaparkan sempat ada upaya hukum dari Maria Pauline Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi dan upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi. Ia tak merinci negara Eropa mana yang berupaya menghalangi ekstradisi.
Kepala Bagian Humas Kemenkumham, Dedet, menambahkan pemerintah telah memburu Pauline Lumowa sejak 2003. Namun, pemerintah mengalami kendala karena Lumowa sudah menjadi warga negara Belanda. Karena itu diperlukan kerja sama dengan negara setempat yang menjadi tempat tinggal Lumowa.
"Nah, kemudian dia lari ke Singapura dan kembali ke Belanda. Kita tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Belanda dan Singapura sehingga kita kesulitan mengejar," jelas Dedet kepada VOA.
Dedet menambahkan Lumowa selanjutnya akan diberikan kepada Bareskrim Mabes Polri untuk proses hukum lebih lanjut.
BACA JUGA: MPR Minta KPK Pantau Kasus Jiwasraya dan AsabriMaria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai $136 juta dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,7 Triliun dengan kurs saat itu. Pinjaman diberikan kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group, mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. [sm/ft]