Pemerintah memastikan wabah flu burung clade atau jenis gen baru 2.3.2 sudah menewaskan 150.866 ekor itik di sembilan provinsi di Indonesia dengan kerugian mencapai hampir Rp 1,5 miliar.
JAKARTA —
Sejauh ini dilaporkan sudah lebih dari 150 ribu lebih itik di Indonesia mati terkena wabah flu burung yang berjangkit di 50 kabupaten di 9 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, Riau, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.
Kerugian akibat wabah flu burung ini diperkirakan mencapai Rp 1,5 miliar. Menteri Pertanian, Suswono mengatakan nilai kerugian akibat kematian itik ini sangat kecil masih di bawah satu persen dari total itik di Indonesia yang jumlahnya mencapai jutaan ekor.
Pemerintah sendiri menurut Suswono hingga kini belum bisa mengabulkan keinginan para peternak itik terkait skema kompensasi bagi ternak itik mereka yang terkena wabah, disebabkan ketiadaan anggaran.
"Kompensasi ini bisa langsung diberikan kalau memang ada pernyataan semacam bencana sedangkan ini tidak, ya! Apalagi ini anggaran 2012 tidak tersedia untuk itu, karena ini memang tidak terduga. Oleh karena itu 2013 nanti kita (ber)upaya supaya ada kompensasi untuk hal yang seperti ini," kata Suswono. "Kami (sedang) (me)rumuskan dengan tim, untuk kompensasi seperti apa kira-kira diberikan kepada mereka yang mendapatkan musibah ini," lanjutnya.
Meski demikian Suswono mengatakan pihaknya tengah berupaya menolong para pengusaha dan peternak itik yang terkena wabah flu burung agar usaha mereka tidak terpuruk. Diantaranya dengan mendorong lembaga perbankan untuk memberikan keringanan pembayaran kredit bagi peternak Korban wabah flu burung yang menjadi nasabah mereka.
Dan untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, pemerintah menghentikan sementara impor unggas dari Australia menyusul terbitnya pernyataan resmi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties) atau OIE kalau di Australia sedang terjadi wabah flu burung. Menurut Suswono keran impor baru akan dicabut setelah Australia dinyatakan bebas dari wabah flu burung oleh OIC.
Menyusul wabah H5N1 clade 2.3.2 ini, pemerintah juga memperketat persyaratan impor bibit itik dari negara lain seperti Inggris, Perancis, Jerman dan sebagian dari Malaysia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono mengklaim pemerintah sudah berhasil mengendalikan wabah flu burung baru ini. Pemerintah menegaskan hingga kini belum ada laporan atau temuan kasus wabah flu burung clade atau jenis gen baru 2.3.2 pada manusia. Sebaliknya kasus flu burung jenis baru ini baru ditemukan pada unggas terutama itik.
Namun diakuinya masih ada sejumlah tantangan yang perlu dilakukan pemerintah, mulai dari ketiadaaan skema kompensasi untuk melakukan depopulasi unggas, hingga belum berhasilnya Indonesia memproduksi vaksin virus H5N1, serta yang terpenting adalah pengawasan lalu lintas unggas yang menurut agung masih sangat kurang.
"Pengawasan lalu lintas perdagangan unggas secara ilegal masih kurang. Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah agar memperketat pengawasan lalu lintas pedagangan unggas bersama balai karantina hewan, Polri dan TNI," kata Agung Laksono.
Sebelumnya, Guru Besar Universitas Udayana I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan varian virus baru berkode 2.3.2 ini tidak dengan mudah bisa menular dari unggas ke manusia. "Virus ini bisa menularkan ke segala macam unggas, tidak hanya ke bebek, ayam tetapi juga ke yang lain. Dan juga tidak mudah menular dari unggas ke manusia dan tidak mudah menular antar manusia," jelasnya.
Virus H5NI clade 2.3.2 yang menyerang unggas di sembilan propinsi di Indonesia ini diketahui mirip virus flu burung yang berasal dari sejumlah negara seperti Vietnam, Laos, Thailand dan Tiongkok.
Penyebaran wabah flu burung varian baru ini berawal di daerah Jawa Tengah mulai dari Pati hingga Brebes. Dua daerah ini dikenal sebagai sentra peternakan itik dan kini menjadi kawasan yang paling parah kematian itiknya. Wabah flu burung terus meluas hingga cukup merata ke seluruh wilayah di Indonesia.
Kerugian akibat wabah flu burung ini diperkirakan mencapai Rp 1,5 miliar. Menteri Pertanian, Suswono mengatakan nilai kerugian akibat kematian itik ini sangat kecil masih di bawah satu persen dari total itik di Indonesia yang jumlahnya mencapai jutaan ekor.
Pemerintah sendiri menurut Suswono hingga kini belum bisa mengabulkan keinginan para peternak itik terkait skema kompensasi bagi ternak itik mereka yang terkena wabah, disebabkan ketiadaan anggaran.
"Kompensasi ini bisa langsung diberikan kalau memang ada pernyataan semacam bencana sedangkan ini tidak, ya! Apalagi ini anggaran 2012 tidak tersedia untuk itu, karena ini memang tidak terduga. Oleh karena itu 2013 nanti kita (ber)upaya supaya ada kompensasi untuk hal yang seperti ini," kata Suswono. "Kami (sedang) (me)rumuskan dengan tim, untuk kompensasi seperti apa kira-kira diberikan kepada mereka yang mendapatkan musibah ini," lanjutnya.
Meski demikian Suswono mengatakan pihaknya tengah berupaya menolong para pengusaha dan peternak itik yang terkena wabah flu burung agar usaha mereka tidak terpuruk. Diantaranya dengan mendorong lembaga perbankan untuk memberikan keringanan pembayaran kredit bagi peternak Korban wabah flu burung yang menjadi nasabah mereka.
Dan untuk mencegah penyebaran yang lebih luas, pemerintah menghentikan sementara impor unggas dari Australia menyusul terbitnya pernyataan resmi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties) atau OIE kalau di Australia sedang terjadi wabah flu burung. Menurut Suswono keran impor baru akan dicabut setelah Australia dinyatakan bebas dari wabah flu burung oleh OIC.
Menyusul wabah H5N1 clade 2.3.2 ini, pemerintah juga memperketat persyaratan impor bibit itik dari negara lain seperti Inggris, Perancis, Jerman dan sebagian dari Malaysia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono mengklaim pemerintah sudah berhasil mengendalikan wabah flu burung baru ini. Pemerintah menegaskan hingga kini belum ada laporan atau temuan kasus wabah flu burung clade atau jenis gen baru 2.3.2 pada manusia. Sebaliknya kasus flu burung jenis baru ini baru ditemukan pada unggas terutama itik.
Namun diakuinya masih ada sejumlah tantangan yang perlu dilakukan pemerintah, mulai dari ketiadaaan skema kompensasi untuk melakukan depopulasi unggas, hingga belum berhasilnya Indonesia memproduksi vaksin virus H5N1, serta yang terpenting adalah pengawasan lalu lintas unggas yang menurut agung masih sangat kurang.
"Pengawasan lalu lintas perdagangan unggas secara ilegal masih kurang. Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah agar memperketat pengawasan lalu lintas pedagangan unggas bersama balai karantina hewan, Polri dan TNI," kata Agung Laksono.
Sebelumnya, Guru Besar Universitas Udayana I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengatakan varian virus baru berkode 2.3.2 ini tidak dengan mudah bisa menular dari unggas ke manusia. "Virus ini bisa menularkan ke segala macam unggas, tidak hanya ke bebek, ayam tetapi juga ke yang lain. Dan juga tidak mudah menular dari unggas ke manusia dan tidak mudah menular antar manusia," jelasnya.
Virus H5NI clade 2.3.2 yang menyerang unggas di sembilan propinsi di Indonesia ini diketahui mirip virus flu burung yang berasal dari sejumlah negara seperti Vietnam, Laos, Thailand dan Tiongkok.
Penyebaran wabah flu burung varian baru ini berawal di daerah Jawa Tengah mulai dari Pati hingga Brebes. Dua daerah ini dikenal sebagai sentra peternakan itik dan kini menjadi kawasan yang paling parah kematian itiknya. Wabah flu burung terus meluas hingga cukup merata ke seluruh wilayah di Indonesia.