Pemerintah Beri Kompensasi Kepada Empat Korban Serangan Teroris

  • Fathiyah Wardah

Petugas kepolisian Indonesia mengerahkan peralatan anti huru hara mereka di Jakarta, Indonesia, Rabu, 23 Desember 2015 untuk mengantisipasi ancaman serangan teroris di musim perayaan, terutama terhadap orang Kristen. (Foto AP / Tatan Syuflana)

Pemerintah Indonesia memberikan bantuan kompensasi kepada empat korban serangan teroris di tiga tempat berbeda. Nilai kompensasi yang dikeluarkan negara untuk empat korban serangan teroris tersebut sebesar Rp 450.339.525.

Pemerintah Indonesia pada Jumat (13/12) memberikan bantuan kompensasi kepada empat korban serangan teroris di tiga tempat berbeda. Mereka merupakan korban serangan teroris di Tol Kanci-Pejagan, serangan teroris di Cirebon, dan serangan teroris di Pasar Blimbing, Lamongan, Jawa Timur.

Nilai kompensasi yang dikeluarkan negara untuk empat korban serangan teroris tersebut sebesar Rp 450.339.525. Angka ini sesuai perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang diajukan melalui tuntutan jaksa.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memberikan bantuan kompensasi kepada empat korban serangan teroris

Besaran kompensasi diberikan bergantung pada kerugian yang dialami. Untuk korban meninggal pada kasus terorisme di Cirebon, ahli waris mendapat kompensasi Rp 286.396.000. Dua korban serangan teroris di Tol Kanci-Pejagan mendapat kompensasi masing-masing Rp 51.706. 168 dan Rp 75.884.080. Sedangkaan satu korban serangan teroris di Lamongan memperoleh kompensasi Rp 36.353.277.

Bantuan kompensasi itu diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD di kantornya. Penyerahan kompensasi ini disaksikan pula oleh Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.

BACA JUGA: Atasi Radikalisme, Negara Perlu Perkuat Kembali Konsep, Target, dan Pemahaman Masyarakat

Dalam sambutannya, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan ini bukan pertama kali negara memberikan kompensasi kepada korban serangan teroris. Kebijakan itu sudah dilaksanakan sejak dua tahun lalu.

Dia menjelaskan pada 2017, pemerintah memberikan kompensasi sebesar Rp 237.871.152 kepada tujuh korban serangan teroris di Samarinda, Tahun lalu memberikan kompensasi Rp 814.767.363 kepada 13 korban Bom Thamrin, kompensasi Rp 202.255.000 kepada tiga korban Bom Kampung Melayu, kompensasi Rp 611.776.000 kepada satu korban Bom Markas Polda Sumatera Utara, kompensasi Rp 46.288.000 bagi dua korban penembakan di Bima, dan kompensasi sebesar Rp 613.079.624 untuk tiga korban Bom gereja di Yogyakarta.

Petugas kepolisian Indonesia mengawal tersangka militan yang ditangkap dalam penggerebekan di Malang, Jawa Timur, Indonesia, 21 Februari 2016. (Foto: AP)

Sedangkan tahun ini, negara sebelumnya sudah memberikan kompensasi senilai Rp 125.000.000 buat satu korban Bom Markas Polda Riau dan kompensasi Rp 1.180.123.183 kepada 16 korban Bom Gereja di Surabaya.Secara keseluruhan, menurut Hasto Atmojo, pemerintah sudah membayar kompensasi seniai Rp 4.281.449.847 terhadap 50 korban serangan teroris.

"Ini membuktikan bahwa kehadiran LPSK sebagai representasi negara mulai nyata kepada para korban tindak pidana terorisme," kata Hasto Atmojo.

Sesuai undang-undang perlindungan saksi dan korban, lanjutnya, LPSK mendapat mandat dari negara untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi serta korban. Khusus untuk korban serangan teroris, LPSK mendapat mandat dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 untuk menghitung dan memfasilitasi tuntutan ganti rugi kepada negara dari para korban serangan teroris. Sedangkan untuk pembayaran kompensasi bagi korban serangan teroris di masa lalu masih menunggu terbitnya peraturan presiden.

BACA JUGA: Atasi Radikalisme, Negara Perlu Perkuat Kembali Konsep, Target, dan Pemahaman Masyarakat

Hasto Atmojo menjelaskan pemberian kompensasi sekarang ini memang harus melalui putusan pengadilan. Dia menekankan LPSK akan memfasilitasi penghitungan besaran kompensasi bagi korban serangan teroris, baik yang bersifat kerugian fisik, psikologis, dan harta benda. LPSK juga memberikan bantuan medis dan rehabilitas kejiwaan.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan terorisme adalah kejahatan hak asasi manusia yang luar biasa sehingga pemerintah yang telah membentuk LPSK memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dari kejahatan terorisme.

Menurutnya, kalau dihitung mundur dari sebelum 2018 sampai peristiwa Bom Bali I pada 2002, terdapat sekitar 800 korban serangan teroris yang nantinya mendapat kompensasi dari negara. Ini menunjukkan perhatian serius negara terhadap para korban serangan teroris meski Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tidak bersifat retroaktif.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memberikan bantuan kompensasi kepada empat korban serangan teroris

"Tapi karena pemerintah merasa punya tanggung jawab moral untuk membantu juga (korban serangan teroris) yang sebelum adanya undang-undang ini, maka berlaku mundur undang-undangany, retroaktif," ujar Mahfud.

Widi Hardana, satu dari dua korban serangan teroris di Tol Kanci-Pejagan senang telah mendapat perhatian dan bantuan dari berbagai pihak atas nasib buruk yang menimpa dirinya. Tapi dia sadar itu merupakan risiko dari pekerjaannya sebagai anggota Direktorat Lalu Lintas Kepolisian republik Indonesia.

Dia mengatakan kehadiran LPSK telah membantu pemulihan atas kerugian fisik, mental, dan ekonomi yang dialaminya sebagai korban serangan teroris. [fw/em]