Pemerintah Bersiap Antisipasi Bencana Alam di Awal Tahun

  • Fathiyah Wardah

Banjir bandang di Lembata, Flores Timur, 5 April 2021. (BNPB/AFP)

Pemerintah Indonesia bersiap mengantisipasi fenomena La Nina yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Januari hingga Februari 2022, yang akan meningkatkan frekuensi dan intensitas hujan.

Antisipasi bencana alam di awal tahun depan, terutama fenomena La Nina pada bulan Januari-Februari 2022, disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto dalam rapat kerja dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, hari Senin (13/12). Untuk itu BNPB telah melakukan berbagai persiapan.

"Di antaranya menyelenggarakan kegiatan susur sungai oleh instansi yang berpengalaman, seperti TNI, Polri dan Badan SAR Nasional, dalam rangka membersihkan titik-titik potensi sumbatan atau bendung alam di wilayah hulu. Kedua, melaksanakan pembersihan sisa-sisa pohon tumbang di hulu yang berpotensi membendung aliran," kata Suharyanto.

Selain itu, diperlukan kegiatan penanaman pepohonan berakar keras di pinggir atas lereng tebing, menghindari pemanfaatan jalur lembah sungai untuk kebun semusim dan penegakan aturan sempadan sungai, meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat untuk evakuasi dan memperkuat jaringan peringatan dini berbasis masyarakat.

Your browser doesn’t support HTML5

Pemerintah Bersiap Antisipasi Bencana Alam di Awal Tahun

Suharyanto meminta masyarakat siap dan segera mewaspadai peningkatan curah hujan yang akan mencapai puncaknya pada Desember 2021 hingga Februari 2022, yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi, terutama banjir.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan Kabupaten Ketapang (Kalimatan Barat), Kabupaten Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Kabupaten Konawe (Sulawesi Tenggara) serta Kabupaten Mimika dan Kabupaten Wamena (Papua) akan berpotensi dilanda banjir pada Desember ini.


Anggota DPR Soroti Isu Lingkungan

Pada rapat kerja tersebut, Anggota Komisi VIII DPR dari fraksi Partai Golongan Karya Hasan Basri Agus menyoroti perkiraan BMKG yang menyebutkan potensi tsunami setinggi delapan meter akan terjadi di wilayah Banten dan diperkirakan dapat sampai ke Jakarta.

"Katanya malahan di Jakarta sampai 15 meter tinggi air. Mati semua kita ini. Sebenarnya perlu juga diperhatikan hati-hati mengeluarkan pernyataan BMKG. Kasihan masyarakat, semuanya kan khawatir. Saya tidak bisa bayangkan di Jakarta saja 15 meter, apalagi di wilayah Banten dan Jawa Barat," ujar Hasan Basri.

Seorang nenek dan cucunya berdiri depan rumah mereka yang rusak akibat banjir bandang di Desa Haitimuk di Flores Timur pada 4 April 2021. Banjir bandang dan tanah longsor melanda Indonesia bagian timur dan negara tetangga, Timor Leste. (Foto: AFP/Joy )

Hasan Basri juga meminta penjelasan kepada Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto mengenai prediksi Jawa akan tenggelam.

Sementara anggota Komisi VIII DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional Muhammad Asli Chaidar menekankan masalah lingkungan yang menjadi penyebab bencana hidrometeorologi, misalnya penebangan hutan besar-besaran dan pencemaran sungai. Indonesia, ujarnya, adalah negara dengan tingkat pencemaran sampah laut terbesar kedua di dunia.

"Saya melihat isu lingkungan ini jarang dibahas dan sepanjang tidak bisa memperbaiki lingkungan kita, maka bencana-benacana tersebut akan kerap terjadi dan terjadi lagi," tutur Chaidar.

Chaidar meminta BNPB dan instansi terkait memperbaiki dan meningkatkan sistem peringatan diri tentang bencana alam.

BACA JUGA: Aktivitas Meningkat, Gunung Awu di Sulawesi Utara Naik Status 

Anggota Komisi VIII dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid menyoroti bertambahnya jumlah korban, meski diyakini jumlah bencana alam tahun ini lebih rendah dari tahun lalu. Sedikitnya 649 orang meninggal dalam berbagai bencana alam tahun ini, hampir dua kali lipat dibanding tahun lalu yang mencapai 376 orang.

Peningkatan yang sama terjadi dalam jumlah pengungsi, yang tahun ini mencapai 8,2 juta orang; sementara tahun lalu mencapai 6,7 juta orang.

Ia juga mengkritisi bencana banjir yang dipandang sebagai bencana alam semata. “Padahal sesungguhnya itu merupakan bencana ekologis yang disebabkan oleh di antaranya proyek pembangunan yang tidak sesuai dengan daya dukung serta daya tampung lingkungan," kata Hidayat.

Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto, S.Sos., M.M di Kab. Lumajang, saat menggelar rapat koordinasi internal dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta, Bupati Lumajang Thoriqul Haq & jajaran Pemkab Lumajang, Minggu 5 Desember 2021. (Twitter/BNPB_Indonesia)

Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyanto menjelaskan selama 2016 hingga 2020 setidaknya terjadi 17.032 kali bencana alam di Indonesia atau sepuluh kali musibah per hari.

Dari jumlah itu, rinciannya adalah cuaca ekstrem (5.436 kali), banjir (4.976 kali), tanah longsor (3.835 kali), kebakaran hutan dan lahan (2.144 kali), kekeringan (298 kali), gelombang pasang dan abrasi (147 kali), gempa (109 kali), letusan gunung (85 kali), tsunami, gempa dan stsunami serta pandemi COVID-19 (masing-masing satu kali).

Tahun ini saja, sejak 1 Januari sampai 12 Desember, terjadi 2.841 bencana yang mengakibatkan 649 orang meninggal, 96 hilang, 13.990 luka, serta 8.180,935 orang mengungsi. Musibah tahun ini rata-rata adalah banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor. [fw/em]