Pemerintah Masih Dalami Kasus WNI yang Ditangkap di Turki

  • Iris Gera

Menlu Retno Marsudi memberi keterangan kepada media usai rapat terbatas mengenai Polhukam di Istana Negara, Rabu 18/3 (foto: VOA/Iris).

Pemerintah Indonesia masih terus mendalami kasus menghilangnya 16 WNI dan juga status 16 WNI yang ditangkap di Turki, demikian disampaikan Menlu, Retno Marsudi hari Rabu (18/3).

Bertempat di Istana Negara hari Rabu (18/3), empat menteri hadir dalam rapat terbatas mengenai Polhukam bersama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, masing-masing Menkopolhukam Tedjo Eddy Purdijatno, Menkominfo Rudiantara, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menkumham Yasonna Laoly. Agenda rapat termasuk membahas masalah status WNI di Turki yang diduga terlibat dalam kegiatan ISIS.

Menlu, Retno Marsudi kepada pers menjelaskan pemerintah Indonesia dan pemerintah Turki semakin intensif melakukan pembicaraan terkait masalah menghilangnya serta ditangkapnya WNI di Turki.

“Sudah melakukan pertemuan dengan pihak kepolisian, dengan pihak imigrasi, kita masih terus melakukan pendalaman terhadap 16 yang memisahkan diri dari tour, otoritas Turki belum dapat memastikan apakah mereka masih berada di wilayahnya atau sudah menyeberang, dan juga 16 yang sampai saat ini masih ditahan, dari pihak Turki kemungkinannya deportasi, nah ini kita sedang dalami lagi, bagaimana nanti mekanismenya,” papar Retno.

Sementara, Menkpolhukam Tedjo Eddy Purdijatno mengatakan, pemerintah masih sulit memutuskan langkah yang harus dilakukan terhadap 16 WNI yang ditangkap pemerintah Turki. Pemerintah masih mencari solusi agar juga tidak melanggar HAM.

“Yang bersangkutan tidak mau kembali ke tanah air, nah ini yang kita harus bahas ini bagaimana, kalau mereka dipaksa juga nanti kita melanggar hak asasi mereka untuk tinggal di sana, ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik menurut syariat Islam, sekarang sedang dibicarakan tim dari Kemlu, BNPT sedang ke Turki,” ujarnya.

Terkait masalah status kewarganegaraan bagi 16 WNI yang tidak bersedia dipulangkan ke Indonesia, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan pemerintah sedang melakukan kajian karena pemerintah tidak bisa semena-mena mancabut kewarganegaraan seseorang.

“Ini masih dikaji lagi karena kita kan menurut Undang-Undang Kewargenegaraan tidak bisa stateless, Turki mau mendeportasi yang 16 pada saat yang sama mereka tidak mau dideportasi, tidak mungkin kita cabut paspor tetapi kita akan membuatnya dalam cegah tangkal saja dulu, kalau di negara-negara lain dalam keadaan begitu sudah boleh, tapi kalau seseorang sudah berperang dengan negara lain itu bisa kita cabut kewarganegaraannya karena dia berarti warga negara itu, ini kan bukan perang, masih datang ke sana,” ungkap Yasonna.

Menkominfo Rudiantara usai rapat terbatas di Istana Negara, Rabu 18/3 (foto: VOA/Iris).

Pada kesempatan sama, Menkominfo Rudiantara mengatakan pemerintah akan terus memperketat penyebaran hal-hal yang tidak diinginkan melalui internet. Hal tersebut terkait munculnya video yang menayangkan sejumlah anak-anak yang diduga berasal dari Indonesia berlatih perang di antaranya juga menampilkan bendera ISIS.

Menkominfo berharap masyarakat ikut berpartisipasi jika melihat video semacam itu dengan melapor ke situs pengaduan konten Kominfo di: http://kontak.kominfo.go.id/index.php/pengaduan/link

Diakui Menkominfo, memblok situs pornografi lebih mudah dibanding penyebaran video ISIS karena masuk melalui situs khusus yang sulit dilacak.

“Youtube itu sangat koperatif dalam hitungan jam bisa kita blok, kami itu punya keterbatasan, search engine kami keywordnya itu kalau pornografi lebih mudah karena memang di dunia sana itu adalah komersil selalu ditampilkan keluar untuk mudah dilihat orang, nah kalau yang begini memang kan bermainya beda kami lebih banyak menerima pengaduan,” kata Rudiantara.