Pemerintah Rombak Sistem Kontrak Migas

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan. (Foto: Dok)

Pergeseran ini, dirancang untuk meringankan beban anggaran pemerintah, hanya akan berlaku untuk kontrak-kontrak baru.

Pemerintah telah mengadopsi skema baru untuk kontrak-kontrak pembagian produksi minyak dan gas sehingga para kontraktor menanggung biaya eksplorasi dan produksi, tidak lagi dibayar kemudian oleh pemerintah.

Lewat perombakan ini, yang dicetuskan akhir tahun lalu, para kontraktor akan mempertahankan porsi yang lebih besar dari minyak dan gas yang mereka temukan dengan imbalan membayar lebih banyak biaya di depan.

Pergeseran ini, dirancang untuk meringankan beban anggaran pemerintah, hanya akan berlaku untuk kontrak-kontrak baru dan tidak akan mengganggu kesepakatan-kesepakatan yang ada yang menggunakan sistem "cost-recovery" (pemulihan biaya) sekarang ini.

Perusahaan-perusahaan global besar seperti Chevron, ExxonMobil dan Total beroperasi di Indonesia, namun negara ini telah kesulitan untuk menarik investasi baru dan mengembangkan lapangan-lapangan baru.

Berbicara pada konferensi pers Rabu malam (18/1), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan basis pembagian untuk produksi gas adalah 52 persen untuk pemerintah, dan sisanya untuk kontraktor. Untuk hasil minyak, pemerintah akan mendapat 57 persen.

Para kontraktor akan mendapat bagian produksi yang lebih besar jika bekerja di lapangan yang lebih sulit dan mahal, tambahnya.

Dalam sistem sebelumnya, pemerintah mendapatkan bagian 70 persen untuk gas dan 85 persen untuk minyak.

Kontrak pertama dengan skema baru ini ditandatangani Rabu dengan PT Pertamina untuk blok Offshore North West Java (ONWJ), dimana pemerintah mendapatkan 37,5 persen dari hasil gas dan 42,5 persen dari minyak.

"(Mekanisme) pemisahan kotor ini berarti semua pengeluaran akan menjadi tanggung jawab kontraktor, tidak lagi membebani anggaran negara," ujar Jonan kepada wartawan.

Kepala eksekutif Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan meningkatnya pembagian untuk blok ONWJ tidak akan mencakup biaya-biayanya, namun ia berharap dapat mendapatkannya dengan "melakukan upaya-upaya efisiensi."

Tahun lalu, para kontraktor migas yang beroperasi di Indonesia meminta lebih dari $11 miliar untuk pembayaran biaya-biaya, jauh lebih banyak dari $8,4 miliar yang direncanakan sebelumnya.

Hasil minyak mentah Indonesia memuncak pada sekitar 1,7 juta barel per hari pada pertengahan 1990an. Namun dengan sedikitnya penemuan minyak yang signifikan di bagian barat Indonesia pada 10 tahun terakhir, produksi telah jatuh ke sekitar setengahnya karena ladang-ladang minyak telah menua dan kering.

Industri ini merupakan bagian vital dari perekonomian Indonesia, namun kontribusinya pada pendapatan negara telah merosot dari sekitar 25 persen tahun 2006 menjadi diperkirakan 3,4 persen tahun ini, menurut data yang dikumpulkan oleh perusahaan konsultasi PricewaterhouseCoopers. [hd]