Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menawarkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Ritel seri SR015 dengan imbal hasil tetap 5,10 persen per tahun. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Iyan Rubianto mengatakan masa penawaran berlangsung mulai 20 Agustus hingga 15 September 2021. Minimal pembelian Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar, dengan tenor tiga tahun.
Seperti produk sukuk ritel sebelumnya, SR015, ujar Iyan, dapat diperdagangkan kembali di pasar sekunder dengan minimum holding periode selama tiga kali pembayaran imbal hasil, atau baru dapat diperdagangkan kembali mulai Desember 2021. Pembayaran kupon pertama akan dilakukan pada 10 Oktober 2021 (short coupon) dan sisanya setiap tanggal 10 setiap bulannya.
“Sebagai produk investasi, sukuk ritel memiliki banyak keunggulan, antara lain aman karena dijamin oleh pemerintah melalui UU no 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU tentang APBN,” ungkap Iyan dalam acara Launching SR015, Pilihan Berharga Untuk Bangkit Bersama, di Jakarta, Jumat (20/8).
Ia menambahkan, tujuan utama penerbitan Sukuk Ritel tersebut, di antaranya sebagai salah satu sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur di tanah air. Selain itu, sukuk ritel SR015 dibuat untuk mendukung perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dan pasar global.
Iyan juga menegaskan, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Ritel secara rutin oleh negara dimaksudkan untuk mendorong kemandirian sumber pembiayaan dari pasar keuangan domestik dan menyasar investor individu berkewarganegaraan Indonesia. Selain itu, diharapkan masyarakat juga bisa lebih melek investasi untuk saat ini, dan pada masa yang akan datang.
BACA JUGA: Jokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5-5,5% di RAPBN 2022“SBN Ritel merupakan instrumen inklusi keuangan yang efektif yang dapat mendorong terwujudnya transformasi masyarakat dari saving oriented society menuju investment-oriented society sekaligus memperluas basis investor di pasar domestik. Dalam berinvestasi, masyarakat tidak hanya harus memperhatikan unsur 2R yakni risk and return tapi juga unsur 2L yaitu logic and legal. Untuk SBN ritel yang diterbitkan oleh pemerintah memenuhi ke empat unsur tersebut, karena tidak hanya bebas risiko, dan menguntungkan namun juga investasi ini masuk akal dan resmi dijamin oleh pemerintah,” paparnya.
Penerbitan instrumen investasi sejauh ini menarik minat yang sangat besar dari masyarakat. Pemerintah telah menerbitkan SBSN mulai tahun 2008. Sejak itu hingga 5 Agustus 2021 nilainya sudah mencapai Rp1.835 triliun dengan nilai outstanding Rp1.096 triliun. Sedangkan produk sukuk ritel seri SR diterbitkan pada tahun 2009. Sepanjang 2009, sampai Maret 2021 pemerintah telah menerbitkan SR001 sampai SR014 dengan total akumulasi dana Rp222,31 triliun.
Investasi Menjadi Lebih Mudah
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah mengungkapkan mulai tahun 2018, pemerintah sudah menerbitkan e-SBN. Masyarakat bisa membeli Sukuk Ritel dengan mudah secara online, kapan dan di mana saja melalui 30 Mitra Distribusi yang ditunjuk oleh pemerintah.
“Jadi semuanya kalau beli, tinggal saat ini juga memegang gadget-nya untuk langsung memesan melalui mitra distribusi yang ada. Jadi mitra distribusi kita adalah ada perbankan, ada yang bank konvensional dan syariah, ada juga fintech, perusahaan sekuritas. Total ada 30,” ungkap Dwi.
Produk investasi ini, kata Dwi, juga sudah diakui dunia karena telah menyabet 42 penghargaan internasional untuk pengelolaan sukuk negara.
“Jadi sukuk negara ini tidak hanya dikenal di kita saja, bahkan mungkin masyarakat Indonesia tidak semuanya tahu, tapi secara internasional mereka selalu menunggu instrumen ini, kenapa? Karena kita menerbitkan secara regular setiap tahunnya,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa sukuk ritel sangat mudah diperjualbelikan kembali di pasar sekunder, minimal setelah tiga bulan sejak pembelian, dan mitra distribusi berkewajiban sebagai pihak yang akan membeli produk investasi tersebut.
“Artinya, kalau misalnya Anda mau menjual, tidak harus menunggu pembelinya, tapi wajib dibeli langsung oleh mitra distribusi tanpa menunggu pihak pembeli. Di samping itu, untuk mitra distribusi, ada kewajiban memberikan kuotasi harga, kalau beli berapa, kalau jual berapa. Ini nanti bisa langsung karena kita belinya online. Itu untuk jual belinya bisa online juga,” paparnya. [gi/ka]