Pasukan Turki masih berkumpul di perbatasan Suriah dan pemerintah memperingatkan negara itu mungkin turun tangan mengamankan perbatasan di sana. Tapi dengan ratusan pejabat militer senior yang dipenjara atau dipaksa pensiun sebagai akibat penyelidikan terkait rencana kudeta, sejumlah pertanyaan muncul mengenai dampaknya terhadap kemampuan militer.
Meskipun militer dikerahkan di perbatasan Suriah, Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu telah mengesampingkan kemungkinan dilakukannya operasi apapun dalam waktu dekat ke Suriah.
Pengumuman itu disampaikan setelah media Turki mengutip jenderal senior yang tidak disebutkan namanya memperingatkan agar tidak dilakukan campur tangan semacam itu. Dalam lima tahun terakhir militer Turki telah kehilangan sejumlah pejabat senior, yang dipenjarakan atau dipaksa pensiun dini, atas tuduhan merencanakan kudeta. Brigadir Jenderal Purnawirawan Haldun Solmazturk mengatakan militer belum pulih dari kehilangan itu.
Tidak hanya angkatan darat tapi juga angkatan udara dan laut kehilangan banyak jenderal dan laksamana yang berkaliber tinggi hanya karena kasus-kasus pengadilan yang menjebak ini. Tidak logis untuk mengatakan korban yang begini banyak tidak berdampak sama sekali pada militer Turki.
Semua yang dipenjarakan atas dugaan berupaya menggulingkan pemerintah pada masa lalu akhirnya dibebaskan dalam pengadilan banding, bahkan beberapa pejabat kembali bertugas tapi Sinan Ulgen, ilmuwan dari Lembaga Carnegie yang berkantor di Brussels memperingatkan kerugian sebenarnya akibat penyelidikan itu bisa jadi adalah hubungan antara para jenderal dengan Partai AK yang Islamis.
Militer sejak lama tidak dekat dengan Partai AK karena agenda persepsi mengenai mereka ditambah lagi kasus Balyoz dan Ergenekon. Sebagian dari semua itu telah diatasi ketika sebagian besar orang yang ditahan karena kasus itu dibebaskan; tapi ada sisa-sisa ketidakpuasan yang berdampak pada hubungan dan membuat kerjasama lebih sulit.
Ia merujuk pada dua kasus besar dimana puluhan orang dituduh berencana menggulingkan pemerintah. Militer sudah tiga kali mengambil alih kekuasaan sejak tahun 1960 dan yang terakhir kalinya tahun 1980.
Sebagai upaya untuk memperbaiki hubungan, tahun ini Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan minta maaf kepada ratusan pejabat militer dengan mengatakan penyelidikan itu merupakan sebuah kesalahan dan bahwa ia telah menerima informasi yang keliru. Dengan meningkatnya kecurigaan bahwa Presiden Erdogan dan partainya AK bisa menggunakan campur tangan di Suriah untuk kepentingan politik di dalam negeri, Brigadir Jenderal Purnawirawan Solmazturk mengatakan rasa curiga dapat menjadi penghambat utama operasi semacam itu. (my/ds)