Umat Kristen Ortodoks Rusia di Istanbul was-was karena ada rencana untuk merobohkan gereja untuk dijadikan proyek pariwisata.
ISTANBUL —
Sekitar 25 orang dari jemaat Ortodoks Rusia mengadakan kebaktian Jumat lalu (2/8) untuk pertama kalinya dalam empat dekade di atap gereja mereka, bangunan berusia 134 tahun, yang dikhawatirkan akan dirobohkan untuk proyek pariwisata.
Komunitas Rusia yang kecil di Istanbul, yang melarikan diri dari Rusia pada 1920an setelah dikalahkan kaum Bolsheviks pada perang saudara di Rusia, khawatir Gereja St. Elijah dan dua gereja lainnya akan jadi korban semangat membangun yang tinggi di Turki.
Disebut Galataport, pembangunan kembali Karakoy, distrik bersejarah di wilayah Eropa di Bosphorus tempat St. Elijah berada, akan termasuk pelabuhan kapal pesiar, hotel dan mal.
“Kebaktian hari ini adalah langkah pertama untuk mempertahankan semangat lama gereja,” ujar Kazmir Pamir, imigran Rusia yang bekerja untuk menyelamatkan St. Elijah.
Galataport termasuk dalam daftar panjang proyek-proyek infrastruktur di kota Eropa yang tumbuh pesat tersebut.
Pada akhir Mei, penentang rencana pemerintah untuk mengubah taman kecil untuk membangun replika barak yang akan berisi mal telah menyebabkan demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam beberapa dekade.
Para kritikus mengatakan proyek-proyek pembangunan tersebut, termasuk jembatan, terowongan bawah laut, bandar udara, ratusan masjid dan puluhan kompleks perumahan, mengancam situs-situs bersejarah dan lingkungan di salah satu tujuan-tujuan wisata paling populer di dunia.
Pemerintah beralasan bahwa pembangunan itu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan ekonomi yang berkembang pesat.
St. Elijah berisiko karena sudah tidak digunakan sebagai gereja, dan terdaftar sebagai bangunan komersial dalam catatan kota dan bukan termasuk situs-situs yang dilindungi di kota tersebut, ujar Pamir.
Kebaktian Jumat yang dipimipin oleh pendeta dari jemaat Ortodoks Yunani ingin membuat tempat itu sakral kembali karena akan jauh lebih sulit merobohkan sebuah gereja, ujarnya.
Hal ini juga menandai kerja sama antara gereja Rusia, jemaat Ortodoks terbesar di Turki, dan gereja Yunani Ortodoks, yang dianggap pemimpin spiritual 300 juta umat Ortodoks di dunia meski jumlahnya di Turki hanya 3.000 orang.
Kedua gereja itu telah berkompetisi memperebutkan pengaruh selama bertahun-tahun.
Lukisan dinding dan ikon-ikon St. Elijah telah rusak karena lembab dan terlantar. Ada tiga kapel milik biara Ortodoks Rusia di Yunani. Para biarawan di sana baru-baru ini memberikan surat kuasa pada pengacara Turki, yang belum mengatakan rencana untuk bangunan-bangunan tersebut, ujar Pamir.
Saat ini di Turki ada 100.000 warga Kristen dan 20.000 warga Yahudi, di tengah populasi 76 juta Muslim.
Pada Mei, perusahaan Turki Dogus Holding, yang bergerak dalam perbankan, media dan konstruksi, memenangkan tender pemerintah untuk membangun Galataport dengan penawaran tertinggi.
“Tempat ini terasa akrab sekaligus asing,” ujar Mihail Basleyef, 55, yang kembali ke St. Elijah untuk pertama kalinya sejak ia dibaptis. “Saya merasa terberkati di sini sehingga saya bisa menyimpan kenangan ini bahkan jika suatu saat bangunan ini hancur.” (Reuters/Ayla Jean Yackley)
Komunitas Rusia yang kecil di Istanbul, yang melarikan diri dari Rusia pada 1920an setelah dikalahkan kaum Bolsheviks pada perang saudara di Rusia, khawatir Gereja St. Elijah dan dua gereja lainnya akan jadi korban semangat membangun yang tinggi di Turki.
Disebut Galataport, pembangunan kembali Karakoy, distrik bersejarah di wilayah Eropa di Bosphorus tempat St. Elijah berada, akan termasuk pelabuhan kapal pesiar, hotel dan mal.
“Kebaktian hari ini adalah langkah pertama untuk mempertahankan semangat lama gereja,” ujar Kazmir Pamir, imigran Rusia yang bekerja untuk menyelamatkan St. Elijah.
Galataport termasuk dalam daftar panjang proyek-proyek infrastruktur di kota Eropa yang tumbuh pesat tersebut.
Pada akhir Mei, penentang rencana pemerintah untuk mengubah taman kecil untuk membangun replika barak yang akan berisi mal telah menyebabkan demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam beberapa dekade.
Para kritikus mengatakan proyek-proyek pembangunan tersebut, termasuk jembatan, terowongan bawah laut, bandar udara, ratusan masjid dan puluhan kompleks perumahan, mengancam situs-situs bersejarah dan lingkungan di salah satu tujuan-tujuan wisata paling populer di dunia.
Pemerintah beralasan bahwa pembangunan itu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan ekonomi yang berkembang pesat.
St. Elijah berisiko karena sudah tidak digunakan sebagai gereja, dan terdaftar sebagai bangunan komersial dalam catatan kota dan bukan termasuk situs-situs yang dilindungi di kota tersebut, ujar Pamir.
Kebaktian Jumat yang dipimipin oleh pendeta dari jemaat Ortodoks Yunani ingin membuat tempat itu sakral kembali karena akan jauh lebih sulit merobohkan sebuah gereja, ujarnya.
Hal ini juga menandai kerja sama antara gereja Rusia, jemaat Ortodoks terbesar di Turki, dan gereja Yunani Ortodoks, yang dianggap pemimpin spiritual 300 juta umat Ortodoks di dunia meski jumlahnya di Turki hanya 3.000 orang.
Kedua gereja itu telah berkompetisi memperebutkan pengaruh selama bertahun-tahun.
Lukisan dinding dan ikon-ikon St. Elijah telah rusak karena lembab dan terlantar. Ada tiga kapel milik biara Ortodoks Rusia di Yunani. Para biarawan di sana baru-baru ini memberikan surat kuasa pada pengacara Turki, yang belum mengatakan rencana untuk bangunan-bangunan tersebut, ujar Pamir.
Saat ini di Turki ada 100.000 warga Kristen dan 20.000 warga Yahudi, di tengah populasi 76 juta Muslim.
Pada Mei, perusahaan Turki Dogus Holding, yang bergerak dalam perbankan, media dan konstruksi, memenangkan tender pemerintah untuk membangun Galataport dengan penawaran tertinggi.
“Tempat ini terasa akrab sekaligus asing,” ujar Mihail Basleyef, 55, yang kembali ke St. Elijah untuk pertama kalinya sejak ia dibaptis. “Saya merasa terberkati di sini sehingga saya bisa menyimpan kenangan ini bahkan jika suatu saat bangunan ini hancur.” (Reuters/Ayla Jean Yackley)