Pemimpin Kamboja Hun Sen, Selasa (13/6), memerintahkan perubahan undang-undang pemilu untuk melarang siapa pun yang tidak memberikan suara dalam pemilu yang akan datang, mencalonkan diri. Langkah ini akan memengaruhi saingan yang diasingkan.
Kerajaan itu akan menggelar pemilu bulan depan. Partai Hun Sen hampir tanpa lawan, setelah oposisi utama dilarang secara teknis.
Organisasi-organisasi hak asasi menuduh Hun Sen, yang telah memerintah Kamboja selama hampir 40 tahun, menggunakan sistem hukum untuk menghancurkan oposisi terhadap kekuasaannya.
Hun Sen mengatakan telah meminta pejabat untuk menambahkan klausul pada undang-undang pemilu yang menyatakan bahwa siapa saja yang tidak memberikan suara dalam pemilu yang akan datang, tidak berhak mencalonkan diri dalam pemungutan suara pada masa mendatang.
"Jika Anda tidak memilih pada 23 Juli 2023, Anda tidak akan berhak untuk dipilih" dalam pemilihan mendatang, kata Hun Sen dalam pidatonya kepada ribuan pekerja garmen di Phnom Penh. Perubahan ini akan berlaku pada saat pemilu, katanya.
Langkah tersebut sebagian besar akan memengaruhi banyak tokoh oposisi terkemuka yang telah meninggalkan negara itu untuk menghindari hukuman yang mereka katakan bermotif politik. Hun Sen mengaku terpaksa membuat amandemen untuk melawan seruan boikot pemilu oleh aktivis oposisi setelah oposisi utama Partai Candlelight didiskualifikasi untuk pemilu Juli.
Partai tersebut dilarang oleh Komite Pemilihan Nasional bulan lalu setelah gagal menyerahkan dokumen tertentu sebagai bagian dari proses pendaftaran.
Hun Sen, yang sudah menjadi salah seorang pemimpin terlama di dunia, hendak memperpanjang kekuasaan sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada putranya Hun Manet. Puluhan politisi oposisi telah dihukum selama dia berkuasa.
Pemimpin oposisi Kem Sokha dijatuhi hukuman 27 tahun penjara pada Maret. Ia dikenakan tahanan rumah karena berkhianat atas dugaan berkomplot dengan orang asing untuk menggulingkan pemerintahan Hun Sen.
Tokoh oposisi lainnya, Sam Rainsy, telah tinggal di pengasingan di Prancis sejak 2015 untuk menghindari hukuman penjara karena vonis yang menurutnya bermotivasi politik.[ka/ab]