Kembalinya mantan pengedar narkoba Fabio Ochoa ke Kolombia setelah dideportasi dari Amerika telah membuka kembali luka lama di antara para korban kartel Medellín. Sebagian orang mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap keputusan pihak berwenang Kolombia yang membiarkan Ochoa bebas.
Sebagian korban kartel itu pada Selasa (24/12) mengatakan mereka berharap mantan gembong narkoba itu setidaknya akan bekerja sama dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia untuk menyelidiki salah satu periode paling kejam dalam sejarah Kolombia. Para korban juga menuntut jaksa Kolombia untuk menangkap kembali Ochoa guna diinterogasi.
Korban Capai 10.000 Orang
Pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an, kartel Medellín membunuh polisi, politisi, hakim, wartawan, dan pengamat ketika mereka mengobarkan perang terhadap pemerintah Kolombia, yang telah meningkatkan upayanya untuk menghalangi pengiriman narkoba, menangkap penyelundup narkoba, dan menyita harta benda mereka. Beberapa sejarawan di Kolombia mengatakan ada 10.000 pembunuhan yang dilakukan oleh kartel pimpinan Pablo Escobar itu.
BACA JUGA: Empat Tewas dalam Serangan Udara ke Kartel Narkoba KolombiaOchoa adalah salah satu operator utama kartel pada saat itu dan tinggal selama beberapa tahun di Miami di mana ia menjalankan pusat distribusi kokain bagi kartel itu. Ochoa membantah terlibat dalam pembunuhan yang dilakukan kartel tersebut. Namun banyak korban kartel dan kerabat mereka sangat skeptis dengan klaim tersebut.
Wali Kota Bogotá Carlos Fernando Galán masih berusia 12 tahun ketika ayahnya, calon presiden Luis Carlos Galán dibunuh oleh pembunuh bayaran kartel itu pada 1989. Galán pada Senin (12/12) malam menulis dalam sebuah pesan di X bahwa “tidak dapat diterima” jika Ochoa tidak menghadapi tuntutan apa pun di Kolombia.
Kakak laki-laki Galán, Juan Manuel, menambahkan “mayoritas kejahatan (kartel Medellín) kebal hukum” tulisnya di X. “Bersama dengan ribuan korban, kami berharap mengetahui kebenaran tentang tanggung jawab Ochoa dan sekutunya dalam penculikan, pembunuhan, dan tindakan terorisme tanpa pandang bulu.”
Dideportasi ke Kolombia
Ochoa dideportasi ke Kolombia pada hari Senin setelah menjalani lebih dari 20 tahun penjara di Amerika atas tuduhan penyelundupan narkoba, yang tidak terkait dengan pembunuhan apa pun di Kolombia.
Sidik jari laki-laki berusia 67 tahun itu diambil di bandara dan dikeluarkan oleh petugas imigrasi yang mencatat namanya melalui pangkalan data dan mengonfirmasi bahwa dia tidak diinginkan oleh pihak berwenang Kolombia.
Berbicara kepada para wartawan, yang dengan panik mengerumuninya di bandara Bogotá, Ochoa mengklaim telah "dijebak" oleh jaksa Amerika. Dia menambahkan bahwa dia telah menerima hukuman atas kejahatan perdagangan narkoba di Kolombia pada awal tahun 1990an, ketika dia menghabiskan beberapa tahun di penjara Kolombia.
Ochoa dibebaskan pada 1996, tetapi sekali lagi ditangkap pada 1999 dan diekstradisi ke Ameria Serikat pada 2001 sebagai tanggapan atas dakwaan di Miami yang mengatakan bahwa Ochoa dan lebih dari 40 orang lainnya merupakan bagian dari konspirasi penyelundupan narkoba.
BACA JUGA: Angkatan Laut Meksiko Sita 8,3 Ton Narkoba di PasifikGonzalo Enrique Rojas masih kecil pada 1989 ketika ayahnya meninggal di pesawat komersial yang diledakkan oleh kartel Medellín. Kecelakaan itu menewaskan 107 orang di dalamnya.
Rojas, yang kini memimpin sebuah yayasan untuk korban konflik Kolombia mengatakan kembalinya Ochoa ke Kolombia memberikan peluang untuk mengetahui lebih banyak rincian tentang insiden tersebut, seperti apa yang memotivasi kartel itu untuk menyerang sebuah pesawat yang penuh dengan warga sipil, dan apa hubungannya. dengan anggota pemerintah Kolombia.
Dia berharap jaksa Kolombia dapat menginterogasi Ochoa tentang peristiwa ini dan kejahatan lain yang dilakukan oleh kartel tersebut. Dia menambahkan bahwa yayasannya, “Colombia with Memory,” juga akan berusaha mengupayakan pertemuan dengan mantan bos kartel tersebut.
“Tahun-tahun penjara (bagi para pemimpin kartel) tidak begitu relevan bagi kami yang menjadi korban kartel Medellín,” kata Rojas. “Yang benar-benar menyembuhkan rasa sakit adalah keadilan dan kebenaran,” tambahnya. [em/ab]