Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setiyardi Budiono lewat akun Facebooknya Kamis sore (7/3) menyatakan bahwa ia telah kembali ditangkap menjelang penerbitan kembali tabloid “Obor Rakyat” hari Jumat (8/3). Tabloid ini lima tahun lalu sempat dinilai meresahkan masyarakat karena mencemarkan nama baik dan menghina Joko Widodo, yang ketika itu akan bertarung dalam pilpres 2014. Ketika itu Mahkamah Agung memvonisnya hukuman satu tahun penjara.
"Assalamualaikum. Saya tak bisa hadir di acara Obor Rakyat Reborn!, hari ini saya kembali masuk LP Cipinang. Pemerintah membatalkan cuti bersyarat saya, dalam surat yang diberikan saya dianggap meresahkan," tulisnya di Facebook.
Ditambahkannya, “Insya Allah besok acara peluncuran Obor Rakyat tetap bisa berjalan Saya berharap Obor ini terus menyala. Insya Allah redaksi akan terus bekerja, menerangi akal sehat kita semua. Baru saja saya sungkem dengan Mamak, pamit dan mohon doanya. Wassalam."
Tak lama setelah pernyataan di Facebook itu, Setiardi dicokok kembali oleh aparat. Tetapi hari Jumat (8/3) dini hari ia dibebaskan dengan syarat semua tabloid yang sudah dicetak tidak diedarkan dan disita otorita berwenang.
Pernyataan pers tabloid “Obor Rakyat” sebagaimana diterima VOA hari Jumat menyatakan “menyikapi perkembangan terkini, kami merasa perlu menyampaikan… 1) Pemred Obor Rakyat dan seluruh awak redaksi dalam keadaan baik dan sehat. 2) Acara peluncuran tabloid Obor Rakyat yang sedianya dilakukan Jum’at malam DIBATALKAN.”Pernyataan tertulis itu tidak merinci apa yang melatarbelakangi pembatalan peluncuran kembali tabloid itu, tetapi menjelaskan “kepada semua pihak yang telah membayar pesanan tabloid Obor Rakyat.. kami pastikan uang yang telah kami terima akan dikembalikan sepenuhnya.”
Sebelumnya ketika dihubungi VOA sebelum ditangkap Kamis (7/3) sore, Setiyardi mengatakan isi tabloidnya kali ini sama sekali tidak ada kebohongan atau hoaks. Semua yang ditulis, lanjutnya, berdasarkan hasil wawancara di lapangan, wawancara dengan narasumber dan juga dari hasil riset yang memang bisa divalidasi kebenarannya.
“Penerbitan Obor Rakyat sama sekali tidak ada pelanggaran hukum di dalamnya.Kalau saudara lihat dalam Obor Rakyat terbitan kali ini edisi Obor Rakyat reborn sejak halaman pertama hingga halaman terakhir sama sekali tidak hoax, tidak ada kebohongan. Semua yang ditulis berdasarkan hasil wawancara di lapangan, wawancara narasumber maupun dari hasil riset-riset yang bisa divalidasi kebenarannya. Jadi Insyaallah tidak ada hal-hal yang patut dianggap kebohongan,” jelas Setiyardi
BACA JUGA: Jelang Pilpres, Obor Rakyat Terbit LagiMardiono, warga Bekasi, menilai tidak ada yang salah dengan penerbitan Obor Rakyat ini. Mardiono menambahkan sejatinya tidak ada yang dilanggar dari cuti bersyarat karena dia hanya menerbitkan media. Apalagi, lanjutnya, Obor Rakyat yang mau diterbitkan dikerjakan sesuai kaidah-kaidah jurnalistik.
"Ini akan hanya untuk menerbitkan satu hasil karya jurnalistik, itu sudah ada undang-undangnya itu dilindungi, tidak bisa memberangus.”
Salah seorang wartawan media cetak, yang hanya ingin disebut sebagai “Ahmad” karena khawatir jika menyebut identitas lengkapnya, mengatakan penangkapan dan pembatalan peluncuran tabloid itu jelas merupakan pengekangan pers.
"Kalau memang seperti dikatakan pemrednya, Setiyardi, memenuhi kaidah jurnalistik, kenapa dilarang? Itukan bagian dari kebebasan pers. Kalau misalkan ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan isi Obor Rakyat nantinya, kan sudah ada mekanismenya, mereka bisa melaporkan ke Dewan Pers dan meminta hak jawab.ujar Ahmad
Pengacara Obor Rakyat Hinca Panjaitan belum dapat dimintai keterangan. Nomor telepon yang dihubungi tidak menjawab panggilan VOA.
Setiyardi dibebaskan bersyarat Januari lalu. Ia baru akan bebas murni setelah cuti bersyaratnya selesai pada 8 Mei mendatang. (fw/em)