Pemimpin Kamboja Hadapi Ujian Terkait Pemukulan Politisi

Para pendukung Hak Asasi Kamboja berunjuk rasa di dekat penjara Prey Sar, luar Phnom Penh, Kamboja (Foto: dok).

Sebuah pengadilan Kamboja dalam waktu dekat akan mengambil keputusan terkait tuduhan-tuduhan terhadap tiga personel militer yang telah mengaku memukuli dua politisi oposisi di luar Majelis Nasional pada Oktober lalu.

Putusan hukum itu dianggap luas sebagai ujian bagi hak asasi di Kamboja, di mana penindakan keras oleh pemerintah terhadap pembangkang telah menghasilkan sejumlah besar gugatan hukum dan pemenjaraan politisi oposisi serta pendukung mereka.

Kung Sophea dan Nhay Chamraoen dari Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) luka parah akibat pemukulan itu, yang terjadi setelah protes anti-oposisi yang dipimpin Jenderal Kun Kim dan para anggota pengawal perdana menteri. Konfrontasi tersebut mengejutkan masyarakat Kamboja dan pengamat HAM internasional.

Sot Vanny, Mao Hoeun dan Chay Sarit menyerahkan diri ke polisi pada pertengahan November setelah Perdana Menteri Hun Sen secara terbuka mendesak mereka. Mereka bersikeras bertindak sendiri, karena marah, dan menyatakan mereka bukan bagian dari upaya terorganisir untuk membungkam oposisi, sebagaimana yang dituduhkan oleh kelompok-kelompok seperti Human Rights Watch (HRW). Mereka menyatakan melakukan tindakan balasan setelah kedua politisi itu mengejek dan menghina mereka, dengan menuduh mereka menjadi boneka Vietnam.

Namun laporan baru HRW mengenai serangan itu menuduh pemukulan tersebut diatur oleh eselon tinggi dalam pemerintahan dan militer dengan lebih banyak lagi pengawal yang ambil bagian dalam serangan tersebut.

Laporan HRW mencakup pernyataan para saksi mata, video dan foto-foto yang mengindikasikan sedikitnya 20 orang berada di lokasi dekat kedua politisi dan mobil mereka. Sepuluh pengawal lainnya terlibat langsung dalam pemukulan, sementara yang lainnya menyaksikan dan tidak berbuat apapun.

Vonis terkait kasus itu diperkirakan akan diumumkan hari Jumat. [uh/ab]