Menyusul pemukulan terhadap seorang wartawan di Iran pada Rabu (31/5) oleh pengawal Hassan Khomeini, cucu laki-laki pemimpin tertinggi pertama Iran, jurnalis setempat mengatakan bahwa pelecehan dengan kekerasan seperti itu menggambarkan kebebasan media yang buruk di Iran.
Insiden itu terjadi pada Rabu dalam sebuah upacara di markas harian Iran, Ettela’at, untuk memperingati mendiang direktur harian itu, Mahmoud Do’aei.
Amin Mehravar, reporter Iranian Labour News Agency (ILNA), berjalan ke dekat Khomeini dan mantan Presiden Mohammad Khatami untuk mengambil foto, namun ia lantas dipindahkan secara paksa oleh pengawal-pengawal Khomeini.
Mehravar dilaporkan mengalami serangan fisik dan verbal, kata ILNA. Telepon genggam dan kartu pengenalnya disita. Khomeini kemudian memintaa maaf atas penyerangan itu.
ILNA mengutuk “tindakan tidak pantas” yang dilakukan para pengawal dan menyebutnya sebagai serangan yang tidak tahu malu terhadap kebebasan pers.
Tahun ini, kelompok kebebasan pers Reporters Without Borders menempatkan Iran pada peringkat 177 dari 180 negara berdasarkan kondisi kebebasan persnya.
Iran juga termasuk di antara negara yang paling sering memenjarakan wartawan, menurut Komite Perlindungan Jurnalis, di mana puluhan wartawan ditangkap selama penindakan terhadap unjuk rasa yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini di dalam tahanan polisi pada September 2022.
Di negara dengan salah satu catatan kebebasan pers terburuk di dunia, insiden yang menimpa Mehravar tidak menjadi kejutan bagi komunitas media setempat.
Seorang reporter Iran, yang meminta identitasnya disembunyikan atas alasan keamanan, mengatakan kepada VOA Persia bahwa wartawan di Iran menghadapi pelecehan “sistematis.”
“Penghinaan terhadap orang, jurnalis dan selebritas ini sangat menyakitkan,” ungkapnya. “Perilaku rezim yang menghina wartawan dan media ini tidak sebatas penindasan dan penyensoran. Jurnalis juga menghadapi pelecehan daring yang tersistematis, yang biasanya dilakukan organisasi bernama Cyber Army.”
“Tampaknya salah satu tugas geng siber itu adalah menindas wartawan, mempermalukan dan menghancurkan mereka di media sosial,” kata wartawan itu. “Kami menghadapi fenomena di media Iran, di mana institusi keamanan memerintahkan manajer media untuk memecah jurnalis.”
Wartawan itu membandingkan insiden terbaru dengan serangan terhadap jurnalis Faezeh Momeni pada tahun 2021. Seorang agen perlindungan mematahkan jarinya setelah ia menolak menghapus wawancara yang ia lakukan dengan personel di pusat vaksinasi di Teheran, menurut situs Iran News Wire. [rd/ka]