Penanganan Banjir di Jakarta Dinilai Bukan Kewenangan Pemda Jakarta Saja

  • Fathiyah Wardah

Para pelajar berjalan di jalan yang tergenang banjir di Jakarta, 25 Februari 2020.

Perlu ada kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, untuk menangani persoalan banjir di ibu kota. Hal tersebut disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pendekatan untuk menangani banjir di ibu kota Jakarta bukan berdasarkan batasan wilayah administrasi atau kewenangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja, tetapi batasan wilayah sungai.

Menteri Basuki mengungkapkan hal itu usai rapat dengan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung MPR/DPR di Jakarta, Rabu (26/2).

Dia menambahkan untuk di Pulau Jawa ada delapan wilayah sungai, yaitu Cidurian, Cisadane, Ciliwung, Cimanuk, Citarum, Serayu Opak, Pamali Juwana, Bengawan Solo, dan Brantas. Sedangkan untuk kawasan Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) memiliki tiga wilayah sungai, yakni Ciliwung, sebagian Cisadane, dan Citarum.

"Kalau banjir di Jakarta, itu masuk dalam wilayah sungai Ciliwung dan Cisadane yang terdiri dari 13 sungai. Jadi wilayah sungai itu bukan satu sungai. Daerah wilayah sungai itu 13 sungai kalau yang untuk Jakarta, utamanya adalah Ciliwung," kata Basuki.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono usai rapat kerja dengan Komisi V DPR di Gedung DPR/MPR, Rabu, 26 Februari 2020. (Foto: Fathiyah Wardah/VOA)

Basuki menekankan penanganan banjir di Jakarta tidak boleh dipecah-pecah berdasarkan kewenangan wilayah sebab Jakarta adalah ibu kota negara. Dia menegaskan dirinya pun sebagai menteri pekerjaan umum bertanggung jawab atas penanganan banjir di Jakarta. Menurutnya perlu ada kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah di tiga provinsi, yaitu Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, dalam menangani persoalan banjir di Jakarta.

Pemerintah pusat sudah menganggarkan Rp 6 triliun untuk menangani banjir di kawasan Jabodetabek.

BACA JUGA: Koalisi Masyarakat Sipil: Normalisasi Sungai Bukan Solusi Banjir

Basuki mengungkapkan penanganan banjir di Jakarta berdasarkan rencana induk yang selama 1993 hingga 2007 sudah dua kali dikaji ulang. Lewat dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah dipasang 104 pompa besar untuk menyedot air waktu banjir, termasuk yang di Jakarta Utara.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kini juga sedang membuka tender untuk proyek pemasangan pompa besar di Kali Sentiong.

Bogor Tolak Disebut Penyebab Banjir di Jakarta

Di kesempatan yang sama, Bupati Bogor Ade Yasin mengaku secara formal sudah sering berkomunikasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat baik lewat surat, maupun diskusi membahas persoalan banjir di ibu kota Jakarta. Dia menolak kalau wilayahnya selalu disalahkan sebagai penyebab banjir di Jakarta.

Seorang perempuan menggunakan rakit dari ban mengarungi banjir setelah hujan deras menyebabkan banjir di Bekasi, Jawa Barat, 1 Januari 2020. (Foto: AFP)

Menurutnya, perlu penanganan banjir yang sinergi antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi Jakarta, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Provinsi Banten.

"Karena banjir di Jakarta itu tidak melulu berasal dari Bogor. Ada banjir yang kemarin, itu kan (karena) hujan lokal di Jakarta. Di Bogor, hujannya tidak terlalu besar dan debit air tidak mengkhawatirkan, kami tidak banjir tapi di Jakarta banjir. Dari pemantauan sungai juga tidak mengkhawatirkan, artinya bukan dalam posisi siaga," tutur Ade.

Your browser doesn’t support HTML5

Penanganan Banjir di Jakarta Dinilai Bukan Kewenangan Pemda Jakarta Saja

Ade menjelaskan Pemerintah Kabupaten Bogor sudah melaksanakan program penanganan banjir yang kini sedang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yakni pembangunan waduk di Sukamahi dan di Ciawi, serta pembangunan waduk di Cibeet dan Cijurai.

Tiga Gubernur Absen

Ketua Komisi V DPR Lasarus menjelaskan rapat membahas penanganan banjir di Ibu kota bukan hal baru. Rapat semacam ini pernah dilakukan saat Gubernur Jakarta dijabat Joko Widodo. Namun kali ini, lanjutnya, Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim yang berkepentingan terhadap penanganan banjir di Jakarta tidak hadir.

Seorang petani memanen padi di sawahnya yang digenangi banjir agar tidak membusuk, di Desa Sapan, Bandung, Jawa Barat, 1 Januari 2020.

Menurutnya kehadiran ketiga gubernur tersebut sangat penting karena hasil rapat antara Komisi V DPR dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa langsung ditindaklanjuti oleh ketiga kepala daerah itu. Dia menyayangkan ketiga gubernur ini absen, padahal undangan sudah dikirim sepekan sebelumnya.

Lasarus belum bisa memastikan apakah perlu dibentuk Panitia Khusus Komisi V DPR untuk membahas penanganan banjir di Jakarta. Karena, imbuhnya, hal ini menyangkut kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

"Sebetulnya, masalah ini (penanganan banjir di Jakarta) bukan masalah serius. Masalah ini hanya persoalan koordinasi saja. Ada kewenangan pemerintah pusat di wilayah pemerintah daerah. Pemerintah pusat tidak bisa melakukan pekerjaan serta-merta tanpa bantuan pemerintah daerah," tutur Lasarus.

BACA JUGA: Cegah Banjir dan Longsor, Jokowi Beri Instruksi Khusus ke Anies Baswedan dan Ridwan Kamil

Dalam dua bulan pertama tahun ini saja, Jakarta sudah mengalami dua banjir besar. Banjir besar pertama terjadi pada hari pertama 2020 dan yang kedua pekan terakhir bulan ini.

Karena Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim tidak hadir dalam rapat Rabu ini, Komisi V DPR menjadwalkan ulang rapat membahas penanganan banjir di Jakarta itu.[fw/em]