Seni bela diri sudah menjadi komoditas yang memberi penghidupan bagi pelatihnya dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik bagi para muridnya. Olahraga pencak silat Indonesia pun demikian. Dalam beberapa tahun terakhir, pencak silat berkembang menjadi komoditas ekspor, menyusul seni bela diri karate, kendo, dan taekwondo asal Jepang dan kawasan Asia Timur lainnya yang sudah mendunia sejak lama, terutama di Amerika.
Piala Dunia 2010 yang kini tengah berlangsung di Afrika Selatan merupakan pendorong besar bagi kehadiran pencak silat Indonesia di Afrika ketika panitia mengikutsertakan kelompok pencak silat di Afrika Selatan yang bernama Al-Azhar dalam rangkaian acara pembukaan Piala Dunia 2010.
Padahal, pencak silat baru masuk ke sana tahun 2009. Kelompok ini pun punya cabang di Amerika yakni di Virginia dan Washington D.C. dengan sekitar 100 murid.
Berikut cuplikan percakapan Herman Hakim dengan ketua pencak silat Al-Azhar Afrika Selatan, Sariat Arifia, seorang pengusaha jasa pengiriman barang ekspor-impor yang sudah dua tahun berdomisili di Johannesburg.
Herman Hakim: Bagaimana ceriteranya sehingga pencak silat Al-Azhar ikut ambil bagian dalam acara pembukaan Piala Dunia 2010?
Sariat Arifia: Kami mendapat banyak bantuan dan dukungan dari Kedutaan Republik Indonesia di Afrika Selatan dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Ini yang membuat kelompok pencak silat kami bisa masuk ke dalam rangkaian acara pembukaan Piala Dunia yang berlangsung di Burger Park dan Super Sport Stadium di Pretoria, ibukota Afrika Selatan. Pementasan kami ditonton ribuan orang diliput media secara besar-besaran.
HH: Bagaimana penampilannya?
SA: Seperti biasa kami mainkan jurus tangan kosong, kemudian ganda senjata seperti golok, celurit, toya serta beberapa ganda tangan kosong yang bersifat bela diri praktis.
HH:Apakah murid-muridnya mayoritas warga Afrika Selatan keturunan Indonesia atau asli Afrika ?
SA: Mayoritas orang Afrika Selatan. Soalnya, populasi warga Afrika Selatan keturunan Indonesia (suku Bugis) di Johannesburg dan Pretoria ini sangat kecil. Mereka kebanyakan di Capetown, kurang lebih 1300 kilometer dari Johannesburg.
HH: Bagaimana masa depan pencak silat?
SA: Kami berharap dalam dua tahun ini, pencak silat bisa subur dan bisa menghasilkan pelatih-pelatih pencak silat warga asli Afrika Selatan. Dalam kurun waktu itu juga kami memperluas pencak silat ke 12 negara di sekitar Afrika Selatan. Jumlah murid bisa berlipat-lipat sampai 3.000 hingga 4.000 orang.
HH: Bagaimana kisah pencak silat masuk Afrika Selatan ?
SA: Kami baru saja merintisnya sejak tahun 2009. Kami kirim tujuh pesilat dan melakukan promosi selama satu bulan penuh. Mulai tahun 2010 ini, kami membuka kelas-kelas di tempat-tempat yang sudah memungkinkan untuk membuka perguruan silat. Dengan bekal itu, kami mulai diikutkan dalam event-event besar di Afrika Selatan. Pencak silat Al-Azhar juga sudah menjadi anggota resmi komite olahraga nasional Afrika Selatan. Jadi, pencak silat Indonesia sudah diakui pemerintah Afrika Selatan.
HH: Pencak silat merupakan bagian dari cabang bela diri dari negara-negara lain di Afrika Selatan. Dari mana saja?
SA: Olahraga bela diri yang mayoritas adalah dari Jepang. Karate hampir berada di setiap kecamatan di seluruh Afrika Selatan. Ada juga kendo dan taekwondo. Jadi, pencak silat itu benar-benar baru.