Pendiri WikiLeaks Julian Assange memulai apa yang mungkin menjadi kesempatan terakhirnya untuk mencegah agar dirinya tidak diekstradisi dari Inggris ke AS pada Selasa (20/2), setelah berjuang lebih dari 13 tahun melawan pihak berwenang di pengadilan Inggris.
Tim jaksa AS berupaya mengadili Assange, 52, atas 18 dakwaan terkait dokumen rahasia militer dan kabel diplomatik AS yang dibocorkan oleh WikiLeaks.
Mereka berpendapat bahwa kebocoran tersebut membahayakan nyawa agen-agen mereka dan tidak ada alasan atas tindakan kriminalnya. Banyak pendukung Assange yang memujinya sebagai pahlawan antikemapanan dan seorang jurnalis yang dianiaya karena mengungkap kesalahan AS dan melakukan dugaan kejahatan perang.
Perjuangan hukum Assange dimulai pada 2010, dan dia kemudian menghabiskan tujuh tahun bersembunyi di kedutaan Ekuador di London sebelum diseret keluar dan dipenjara pada 2019 karena melanggar persyaratan jaminan. Sejak itu ia telah ditahan dalam penjara dengan keamanan maksimum di London tenggara, bahkan menikah di sana.
BACA JUGA: Istri Pendiri WikiLeaks Adakan Konferensi Pers di LondonInggris akhirnya menyetujui Assange untuk diekstradisi ke AS pada 2022 setelah seorang hakim awalnya menghalangi keputusan tersebut karena khawatir akan kesehatan jiwa Assange di mana ia berisiko melakukan tindakan bunuh diri jika dideportasi.
Para pengacaranya akan mencoba membatalkan persetujuan itu pada sidang selama dua hari di depan dua hakim di Pengadilan Tinggi London, yang mungkin merupakan kesempatan terakhir untuk mencegah ekstradisinya di pengadilan Inggris. Istrinya, Stella, pekan lalu menggambarkan upaya tersebut sebagai masalah hidup dan mati.
Tim kuasa hukumnya akan berargumen bahwa tuntutan terhadap Assange bermotif politik dan menandai serangan yang tidak diperbolehkan terhadap kebebasan berpendapat, karena itu adalah pertama kali sebuah penerbit didakwa berdasar Undang-undang Spionase AS.
Pendukung Assange sendiri mencakup Amnesty International, Reporters Without Borders, organisasi media yang bekerja dengan WikiLeaks dan politisi Australia, termasuk Perdana Menteri Anthony Albanese yang pekan lalu memberi suara mendukung mosi yang menyerukan kembalinya Assange ke Australia. [ka/rs]