Penerjemah bahasa isyarat saat berlangsungnya upacara mengenang mendiang pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela, mengaku mengalami serangan schizophrenia saat menyampaikan isyarat-isyarat tanpa arti dalam acara tersebut.
Thamsanqa Jantjie mengatakan dalam sebuah artikel, Kamis (12/12), di surat kabar Johannesburg, The Star, bahwa ia mendengar suara-suara dan berhalusinasi selama acara mengenang Mandela pada hari Selasa. Kondisi itu mempengaruhi kemampuannya menerjemahkan pidato-pidato para pemimpin dunia, seperti Presiden Amerika Barack Obama. Penampilannya mendapat kritikan tajam dari organisasi-organisasi tuna rungu.
Ia menyatakan penyesalannya, dan mengatakan bahwa tidak ada yang dapat dilakukannya saat itu. Ia juga mengatakan kepada Radio Africa 702, Kamis (12/12), bahwa ia kecewa dengan penampilannya.
Wakil Menteri Urusan Perempuan, Anak dan Orang Cacat Afrika Selatan, Hendrietta Bogopane-Zulu mengatakan, penerjemah itu begitu emosional sehingga tidak menggunakan bahasa isyarat yang benar.
Ia mengatakan, Kamis (12/12), bahwa ada indikasi jelas bahwa perusahaan yang mempekerjakannya selama bertahun-tahun menyediakan layanan di bawah standar.
Ia juga meminta maaf kepada masyarakat tuna rungu, dan mengatakan masalah itu menegaskan tantangan-tantangan yang dihadapi para penderita tuna rungu sehari-hari di berbagai penjuru dunia dalam berkomunikasi.
Ketua Federasi Tunarungu Afrika Selatan, Bruno Druchen, mengatakan gerakan-gerakan yang disampaikan Jantjie adalah bahasa isyarat rekaan sendiri, dan bukan yang digunakan dalam bahasa isyarat Afrika Selatan. Ia menyebut insiden itu, sebagai penghinaan terhadap bahasa isyarat.
Pemerintah setempat mengatakan sedang menyelidiki masalah tersebut.
Ia menyatakan penyesalannya, dan mengatakan bahwa tidak ada yang dapat dilakukannya saat itu. Ia juga mengatakan kepada Radio Africa 702, Kamis (12/12), bahwa ia kecewa dengan penampilannya.
Wakil Menteri Urusan Perempuan, Anak dan Orang Cacat Afrika Selatan, Hendrietta Bogopane-Zulu mengatakan, penerjemah itu begitu emosional sehingga tidak menggunakan bahasa isyarat yang benar.
Ia mengatakan, Kamis (12/12), bahwa ada indikasi jelas bahwa perusahaan yang mempekerjakannya selama bertahun-tahun menyediakan layanan di bawah standar.
Ia juga meminta maaf kepada masyarakat tuna rungu, dan mengatakan masalah itu menegaskan tantangan-tantangan yang dihadapi para penderita tuna rungu sehari-hari di berbagai penjuru dunia dalam berkomunikasi.
Ketua Federasi Tunarungu Afrika Selatan, Bruno Druchen, mengatakan gerakan-gerakan yang disampaikan Jantjie adalah bahasa isyarat rekaan sendiri, dan bukan yang digunakan dalam bahasa isyarat Afrika Selatan. Ia menyebut insiden itu, sebagai penghinaan terhadap bahasa isyarat.
Pemerintah setempat mengatakan sedang menyelidiki masalah tersebut.