Pengadilan Mesir Selasa (25/3) membuka peradilan lanjutan terhadap hampir 700 anggota Ikhwanul Muslimin, termasuk seorang pemimpin tertingginya.
Pengadilan Mesir telah membuka peradilan hampir 700 anggota Ikhwanul Muslimin, termasuk pemimpin tertinggi kelompok itu hari Selasa (25/3).
Sidang di Minya itu dilakukan sehari setelah pengadilan itu menjatuhkan hukuman mati kepada 529 anggota Ikhwanul Muslimin hari Senin (24/3) atas tuduhan yang mencakup pembunuhan seorang perwira polisi, menyerang kantor polisi dan tindak kekerasan lainnya.
Seorang pengacara mengatakan setelah beberapa jam, peradilan terhadap Mohamed Badie dan terdakwa lainnya ditunda hingga 28 April, pada waktu vonis dan hukuman diperkirakan akan dijatuhkan.
Para pembela memboikot sidang hari Selasa untuk memprotes putusan yang dijatuhkan hari Senin oleh pengadilan yang sama di kota Minya itu. Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman mati terhadap 529 anggota Ikhwanul atas tuduhan membunuh seorang polisi, menyerang sebuah kantor polisi dan aksi-aksi tindak kekerasan lainnya.
Sidang pertama itu menghabiskan waktu hanya dua hari, menimbulkan kritik internasional mengenai apakah proses peradilan itu adil.
Saba Mahmoud, profesor antropologi di University of California di Berkeley, mengatakan kepada VOA, Selasa (26/3) bahwa tidak ada proses hukum yang baik di Mesir, dan menyebut penjatuhan hukuman itu "konyol."
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Marie Harf mengatakan Amerika Serikat "sangat prihatin" dan "cukup terkejut" mendengar keputusan hari Senin (25/3) itu.
Sidang di Minya itu dilakukan sehari setelah pengadilan itu menjatuhkan hukuman mati kepada 529 anggota Ikhwanul Muslimin hari Senin (24/3) atas tuduhan yang mencakup pembunuhan seorang perwira polisi, menyerang kantor polisi dan tindak kekerasan lainnya.
Seorang pengacara mengatakan setelah beberapa jam, peradilan terhadap Mohamed Badie dan terdakwa lainnya ditunda hingga 28 April, pada waktu vonis dan hukuman diperkirakan akan dijatuhkan.
Para pembela memboikot sidang hari Selasa untuk memprotes putusan yang dijatuhkan hari Senin oleh pengadilan yang sama di kota Minya itu. Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman mati terhadap 529 anggota Ikhwanul atas tuduhan membunuh seorang polisi, menyerang sebuah kantor polisi dan aksi-aksi tindak kekerasan lainnya.
Sidang pertama itu menghabiskan waktu hanya dua hari, menimbulkan kritik internasional mengenai apakah proses peradilan itu adil.
Saba Mahmoud, profesor antropologi di University of California di Berkeley, mengatakan kepada VOA, Selasa (26/3) bahwa tidak ada proses hukum yang baik di Mesir, dan menyebut penjatuhan hukuman itu "konyol."
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Marie Harf mengatakan Amerika Serikat "sangat prihatin" dan "cukup terkejut" mendengar keputusan hari Senin (25/3) itu.