Pengadilan Genosida Rwanda Akhiri Misi 20 Tahun

Foto keluarga beberapa korban genosida yang meninggal dipajang di Kigali Genocide Memorial Centre di Kigali, Rwanda, April 2014. Pemerintah mengatakan warga Rwanda, Ladislas Ntaganzwa, ditangkap oleh agen Interpol di Congo, 7 Desember 2015.

Pada akhir bulan Desember, Mahkamah Kejahatan Internasional untuk Rwanda/ ICTR akan mengakhiri tugasnya. Mahkamah itu dibentuk tahun 1994 oleh DK PBB menanggapi genosida terhadap lebih dari satu juta etnis Tutsi dan Hutu yang secara politik moderat.

Para aktivis HAM mengatakan umumnya dalam sejarah, genosida, pembunuhan massal dan apa yang sekarang kita sebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, bebas dari hukuman.

Geraldine Mattioli-Zeltner adalah direktur penasehat peradilan internasional, organisasi Human Rights Watch. Ia mengatakan dibentuknya Mahkamah Kejahatan Rwanda merupakan sebuah perubahan bersejarah dalam pemikiran dan hukum Internasional.

"Itu merupakan sebuah peralihan budaya. Sampai saat itu pada tahun 1990-an banyak kejahatan yang dilakukan dan mereka yang bertanggung jawab selalu bisa bebas dari hukuman. Dengan pembentukan pengadilan itu ada pertanda kuat bahwa kekejaman tidak akan ditolerir," kata Mattioli-Zeltner.

Mahkamah itu juga melapangkan jalan bagi pembentukan Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag. Dan Mahkamah itu mempengaruhi upaya-upaya sekarang ini oleh pemerintahan transisi di Republik Afrika Tengah (CAR) untuk membentuk pengadilan khusus dalam sistim peradilan nasionalnya sendiri untuk mengadili dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di sana.

Mahkamah itu juga menyebabkan perubahan dalam yurisprudensi internasional. Mahkamah itu adalah pengadilan yang pertama yang menghukum pemerkosaan sebagai kejahatan genosida. Dan menyebabkan meningkatnya penggunaan yurisprudensi universal untuk mengadili kejahatan terhadap kemanusiaan. Warga Rwanda yang dinyatakan bersalah karena kejahatan terkait genosida telah diadili di Belgia, Perancis, Belanda, Norwegia dan Inggris. Sebagian juga sudah diserahkan kepada pengadilan-pengadilan Rwanda tapi hanya setelah pemerintah setuju menghapus hukuman mati dan memperkenalkan reformasi hukum lainnya untuk mengatasi keprihatinan mengenai pengadilan yang kredibel dan adil.

Termasuk di antaranya penciptaaan mekanisme dalam sistim peradilan untuk memperbaiki perlindungan terhadap para saksi. Human Rights Watch mengatakan sebagian dari kasus yang diadili di Rwanda sudah ditangani secara adil meskipun kata Mattioli-Zeltner kasus lainnya mendapat campur tangan politik.

Tidak semua orang menyukai Mahkamah Kejahatan Internasional bagi Rwanda.

Para pengecam mengatakan Mahkamah itu mengadili jumlah pelaku kejahatan yang relatif kecil bukannya di Rwanda dekat dengan para korban tapi di Arusha, Tanzania. Meski demikian banyakpelaku lainnya diadili dalam sistim pengadilan Rwanda di pengadilan masyarakat setempat yang disebut gacacas. Para pengecam mengatakan proses yang terlalu lama dan terlampau mahal menjadi salah satu alasan ditutupnya pengadilan itu sekarang. [my/al]