Pengadilan Hong Kong pada Senin (29/1) memerintahkan likuidasi perusahaan raksasa properti China, Evergrande, setelah pengacara mereka gagal meyakinkan hakim, bahwa perusahaan itu memiliki rencana restrukturisasi yang bisa berjalan.
Pernah menjadi perusahaan pengembang terbesar di China, Evergrande telah melaporkan utang senilai lebih dari 300 miliar dolar AS dan permasalahan yang dihadapinya, telah menjadi simbol krisis properti selama bertahun-tahun. Krisis properti itu telah memberikan pukulan besar terhadap perekonomian negara tersebut.
Seorang kreditor pada 2022 mengajukan permohonan petisi likuidasi di Hong Kong, terhadap China Evergrande Group, yang akan memulai proses likuidasi. Namun, kasus tersebut menjadi berlarut-larut ketika sejumlah pihak mencoba menjadi perantara kesepakatan.
BACA JUGA: Likuidasi Perusahaan China Evergrande Ditunda Hingga JanuariHakim Pengadilan Tinggi, Linda Chan pada Senin memerintahkan likuidasi perusahaan tersebut mengingat “kurangnya kemajuan di pihak perusahaan dalam mengajukan proposal restrukturisasi dan kebangkrutan perusahaan yang layak”.
“Saya menganggap pantas bagi pengadilan untuk mengeluarkan perintah pembubaran perusahaan dan saya memerintahkannya,” kata Chan.
Dia menambahkan bahwa pengadilan pada sidang sebelumnya pada Desember “telah memperjelas bahwa mereka mengharapkan proposal yang disusun secara lengkap dan layak”.
Saham Evergrande anjlok 20,87 persen menjadi 0,16 dolar Hong Kong menyusul berita tersebut, sebelum bursa saham menghentikan perdagangan pada pukul 10.19 pagi. Perdagangan saham anak perusahaan produsen kendaraan listrik Evergrande juga dihentikan.
Berbicara setelah sesi sidang pagi yang ditunda, seorang pengacara yang mewakili kelompok kreditor ad-hoc mengatakan kepada wartawan bahwa Evergrande “gagal berhubungan dengan mereka”.
“Ada sejarah pengaturan pada menit-menit terakhir yang tidak menghasilkan apa-apa,” kata pengacara Fergus Saurin.
“Perusahaan sendirilah yang harus disalahkan atas penutupan ini,” tambah dia.
Chan diperkirakan akan menyampaikan alasan terperinci atas perintah penutupan tersebut pada sore harinya, dan akan menangani upaya penunjukan seorang likuidator.
BACA JUGA: China Hadapi Kelebihan Pasokan PropertiRuntuhnya Evergrande, yang pertama kali gagal membayar utang pada 2021 dan menyatakan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS) pada tahun ini, telah diawasi dengan ketat karena pernah menjadi pilar perekonomian China.
Sektor konstruksi dan properti China pernah menyumbang sekitar seperempat produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.
Namun Presiden China Xi Jinping menganggap utang yang diperoleh Evergrande dan perusahaan properti lainnya, merupakan risiko yang tidak dapat diterima bagi sistem keuangan China, dan kesehatan ekonomi China secara keseluruhan.
Pihak berwenang secara bertahap memperketat akses pengembang terhadap kredit sejak 2020, dan gelombang gagal bayar pun menyusul.
Pada akhir Juni, Evergrande memperkirakan memiliki utang sebesar 328 miliar dolar AS. [ns/rs]