Pengadilan Medan Putuskan 14 Pengungsi Rohingya Bersalah

Para pencari suaka dari etnis Rohingya di Burma setelah diselamatkan dari kapal di Lhokseumawe, Februari 2013. (AP/Rahmat Yahya)

Sokhat Ali dan 13 pria lainnya dipenjara sembilan bulan karena keterlibatan dalam serangan berdarah yang menewaskan delapan nelayan Burma.
Pengadilan Medan menghukum 14 pencari suaka Rohingya dari Burma sembilan bulan penjara karena peran mereka dalam bentrokan berdarah di pusat penahanan kota itu, yang menyebabkan delapan nelayan Buddhis dari negara mereka tewas, menurut para pengacara Kamis (5/12).

Insiden itu terjadi April 2013 di ibukota Sumatera Utara tersebut, tempat lebih dari 100 pencari suaka Muslim Rohingya – sebagian besar ditahan di pesisir Indonesia setelah melarikan diri dari Burma dengan kapal sederhana – dan 11 nelayan yang dituduh melakukan pencarian ikan ilegal dimasukkan dalam rumah bersama.

Delapan nelayan tewas dan 15 orang Rohingya terluka dalam peristiwa tersebut.

Majelis hakim beranggotakan tiga orang di Pengadilan Medan pada Rabu memutuskan Sokhat Ali dan 13 pria lainnya bersalah dalam serangan kolektif yang menyebabkan sejumlah nyawa hilang. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan hukuman dua tahun penjara yang dituntut para jaksa, yang berencana naik banding.

Polisi dan kepala pusat penahanan mengatakan bahwa insiden itu terjadi setelah seorang ulama Rohingya Muslim dan seorang nelayan terlibat debat panas mengenai kekerasan sektarian yang meledak beberapa minggu sebelumnya di Burma tengah.

Namun, para jaksa penuntut mengatakan bahwa orang-orang Rohingya itu marah ketika seorang pencari suaka perempuan dilecehkan secara seksual oleh para nelayan.

Para pengacara ke-14 orang Rohingya tersebut mengatakan mereka pun berniat naik banding.

“Mereka tidak berniat melakukan kekerasan,” ujar pengacara Mahmud Irsyad Lubis. "Hal itu terjadi begitu saja.”

Pria-pria Rohingya tersebut, yang telah dipenjara sejak April, diperkirakan akan bebas bulan depan.

Pada Juli, pengadilan yang sama membebaskan tiga remaja Rohingya karena kurangnya bukti keterlibatan mereka dalam aksi kekerasan tersebut.

Kapal-kapal yang penuh berisi orang Rohingya banyak yang mendarat di pantai-pantai Indonesia menyusul gelombang kekerasan agama di Burma, tempat mereka dianggap penghuni ilegal dari negara tetangga Bangladesh. Ratusan telah dibunuh dan lebih dari 100.000 kehilangan rumahnya dalam konflik berdarah antara Rohingya dan kelompok Buddhis Rakhine.

Ketegangan-ketegangan tersebut menguji pemerintah reformis Burma untuk melembagakan liberalisasi politik dan ekonomi setelah hampir setengah abad dikuasai rezim militer yang keras. (AP)