Demi mengekang penularan virus corona, pemerintah Arab Saudi hanya memberi kesempatan kepada warganya, dan orang asing yang bermukim di negara itu, untuk beribadah haji tahun ini. Itupun dalam jumlah yang sangat terbatas, hanya 1.000, dengan pembagian 300 untuk warga Saudi, selebihnya warga asing. Bandingkan dengan jumlah setiap tahun yang resminya mencapai 2,5 juta jemaah.
Peminat diminta mendaftar secara online di Kementerian Haji, 6-10 Juli. Kementerian itu lalu menentukan siapa yang diterima dan yang tidak diterima untuk beribadah haji.
“Di luar dugaan saya diterima. Masya Allah. Saya merasa, 'kok saya?' Saya merasa tidak pantas,” kata Ata Faridah.
Sementara, jemaah haji lainnya Muhammad Wahyu mengatakan, “Sangat bahagia sekali. Bercampur sih. Rasa bahagia. Rasa sedih.”
Ata Faridah dan Muhammad Wahyu adalah dua dari 16 warga Indonesia yang terpilih. “Lima perempuan, 11 laki-laki,” kata Wahyu, yang membuat grup WhatsApp khusus jemaah haji semasa pandemi.
Ata Faridah mengatakan, “(Ini) golden ticket buat saya.”
Faridah adalah ibu rumah tangga dengan tiga anak yang sedang bersiap kembali ke Indonesia setelah satu setengah tahun tinggal di Al Khobar, dua jam naik pesawat dari Jeddah. Wahyu baru satu tahun menjadi guru di Sekolah Indonesia di Riyadh.
Faridah baru tahu ia terpilih setelah petugas meneleponnya dan menanyakan apakah ia mau beribadah haji.
“Saya bilang, Insyaallah, saya mau. Tetapi saya akan sendiri karena saya lupa mendaftarkan suami saya. (Dia bilang) Tidak apa. Don’t be afraid. We are all will be alone. There, we will meet Allah. (Jangan takut. Kita semua akan sendirian. Di sana, kita akan bertemu Allah). Jadi, saya jadi serius. Ini panggilan ya bagi saya sebelum pulang ke Indonesia for good?”
Tidak percaya, Faridah segera menutup telepon untuk memberitahu suami. Setelah mendapat dorongan keluarga, ia kembali menelepon petugas haji, menanyakan biaya. Dia sudah siap mendengar jumlah ribuan riyal. Ketika dikatakan semuanya gratis.
“Ini hoaks ya? Ini scam? (Dia bilang) 'No, Faridah, this is true. It is free. If you don’t believe, I will make a group. There will be an Indonesian friend also in the group (Tidak Faridah, ini benar. Ini gratis. Jika Anda tidak percaya, saya akan membuat grup. Akan ada teman Indonesia juga dalam grup itu). Ya, itulah (yang) membenarkan bahwa saya terpilih,” tutur Ata Faridah.
Walaupun gratis, fasilitas yang diberikan, menurut Wahyu, sangat istimewa sehingga ia menangis sebagai wujud rasa terima kasih dan syukur kepada Allah.
“Sampai di King Abdul Aziz Airport, masha Allah, sambutan mereka luar biasa. Kayak kita tuh benar-benar tamu agung. Ahlan ya hajj. Ahlan ya hajj,” ujar Faridah.
Muhammad Wahyu mengatakan, “Kemudian kita diiringi oleh puluhan mobil polisi, sampai di hotel yang sudah ditunjuk untuk karantina selama empat hari. Fasilitasnya begitu luar biasa. Orang bertahun-tahun antre, orang bertahun-tahun mengumpulkan uang, sedangkan ini, kita diberikan secara gratis, kita dilayani bagaikan raja.”
Pemerintah Arab Saudi juga memanjakan jemaah. Ata Faridah menceritakan para jemaah mendapat beberapa barang keperluan ibadah, antara lain koper, sajadah dan buhur, sejenis pengharum ruangan khas Arab yang dibakar.
"Slogan untuk haji tahun ini adalah aman wa sehah, aman dan sehat, 20/41. Tahun 2020/1441 Hijriah. Jadi, gambarnya itu, ada Ka’bah di tengah kemudian gambar melingkar seperti gambar orang tawaf," tutur Faridah.
Wahyu menambahkan semua jemaah juga mendapatkan kain kiswah (kain penutup Ka’bah).
Bahkan batu kerikil yang dibutuhkan untuk melempar jumrah, tidak perlu dicari sendiri oleh jemaah. Semua disiapkan petugas dan sudah dibersihkan dengan cairan disinfektan.
Untuk minum air zamzam, jemaah tidak perlu jauh-jauh. Ada petugas yang berkeliling dengan membawa botol-botol air zam zam yang dipanggul dalam kemasan pendingin.
“Mereka datang pakai tas di belakang. Kotak di belakang. Pakai cooler box (kotak pendingin.red), tapi dia jadikan seperti backpack.”
Faridah dan Wahyu juga merasakan perhatian yang sangat detail dari petugas, terutama dalam menjaga kesehatan dan mencegah penularan virus corona. Sebelum dan sesudah berhaji, jemaah diminta swakarantina. Mereka dua kali dites Covid-19 dan pemeriksaan kesehatan lengkap.
Menanggapi gelang monitor yang dikenakan untuk memantau pergerakan, Faridah mengaku merasa aman. Sedangkan Wahyu mengaku, “Wah tambah senang. Wah, benar-benar harus menjaga protokol saya ini.”
Semua jemaah juga harus selalu menjaga jarak fisik. Ini diterapkan dalam bus, yang diisi hanya setengah kapasitas, dalam melakukan rukun haji seperti tawaf dan sai, bahkan ketika bermalam di Muzdalifah setelah seharian di Arafah.
Faridah dan Wahyu memaklumi semua langkah pengamanan itu dan tidak menganggapnya sebagai pembatasan.
Bagi Wahyu, “Lebih khusyuk. Tidak berdesak-desakan. Tidak menunggu terlalu lama. Kalau menurut pribadi saya, saya lebih longgar dalam bermunajat kepada Allah.”
Your browser doesn’t support HTML5
Faridah malah berharap bisa menunaikan haji lagi dalam suasana seperti yang baru saja ia alami. Semua terkoordinasi dengan baik, teratur, dan tenang sehingga ia bisa berkonsentrasi penuh untuk beribadah.
Di depan Ka’bah, ia mencurahkan perasaan, “Kuanggap ini panggilan-Mu ya Allah. Aku awalnya merasa tidak pantas, sekarang tolong pantaskan ya, Allah. Saya kayak berbicara aja gitu dengan Allah. Saya anggap Allah di depan saya. Allah jawab saya ya….” [ka/uh]